Memahami Makna Tawakal: Keyakinan dan Kepercayaan pada Allah SWT

Banyak orang menganggap tawakal sebagai sikap pasrah tanpa melakukan usaha apapun. Sebagai contoh, kita bisa melihat beberapa pelajar yang akan menghadapi ujian keesokan harinya.

Di malam sebelumnya, sebagian dari mereka tidak sibuk mempersiapkan diri untuk menghadapi ujian tersebut, melainkan malah terlibat dalam permainan game atau melakukan kegiatan yang tidak bermanfaat. Kemudian mereka mengatakan, “Saya hanya pasrah, mungkin besok akan terjadi keajaiban.”

Namun, apakah ini benar-benar dapat disebut sebagai tawakal? Dalam pembahasan kali ini, kami akan menjelaskan kepada pembaca mengenai makna sebenarnya dari tawakal dan manfaat apa saja yang dapat diperoleh melalui tawakal.

Definisi Tawakal

Tawakal adalah sikap meletakkan keyakinan dan harapan sepenuhnya kepada Allah SWT, tanpa meninggalkan upaya dan usaha yang diperlukan dalam menjalani kehidupan ini. Dalam Islam, tawakal bukan berarti kita hanya bergantung pada takdir semata tanpa melakukan tindakan.

Sebaliknya, tawakal mencakup aspek kepercayaan yang kuat kepada Allah SWT dan melakukan segala upaya yang diperlukan dengan keyakinan bahwa hasil akhirnya ada di tangan-Nya.

Dalam kasus pelajar yang disebutkan sebelumnya, jika mereka benar-benar menerapkan tawakal, mereka akan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk mempersiapkan diri secara optimal untuk menghadapi ujian tersebut.

Mereka akan belajar dengan tekun, memperdalam pemahaman materi, dan mempersiapkan diri secara mental dan fisik. Kemudian, mereka akan meletakkan hasil usaha mereka sepenuhnya kepada Allah SWT dengan keyakinan bahwa apapun yang terjadi, itu adalah bagian dari takdir-Nya.

Tawakal yang Sebenarnya

Ibnu Rajab rahimahullah dalam Jami’ul Ulum wal Hikam tatkala menjelaskan hadits no. 49 mengatakan,

“Tawakal adalah benarnya penyandaran hati pada Allah ‘azza wa jalla untuk meraih berbagai kemaslahatan dan menghilangkan bahaya baik dalam urusan dunia maupun akhirat, menyerahkan semua urusan kepada-Nya serta meyakini dengan sebenar-benarnya bahwa ‘tidak ada yang memberi, menghalangi, mendatangkan bahaya, dan mendatangkan manfaat kecuali Allah semata‘.”

Aspek Keimanan dalam Tawakal

Aspek keimanan dalam tawakal memainkan peran penting dalam memahami makna sebenarnya dari tawakal dan mengamalkannya dalam kehidupan seorang Muslim.

Berikut adalah penjelasan lebih lanjut tentang aspek keimanan dalam tawakal:

1. Bukti Keimanan yang Kuat kepada Allah SWT

Tawakal adalah manifestasi dari keimanan yang kuat kepada Allah SWT. Ketika seseorang tawakal, dia sepenuhnya mempercayai bahwa segala sesuatu tergantung pada kehendak dan kekuasaan Allah SWT.

Hal ini menunjukkan keimanan yang mendalam bahwa Allah SWT adalah Sang Pencipta dan Pengatur segala sesuatu di dunia ini.

2. Kepercayaan pada Allah sebagai Penyayang dan Penyelamat

Dalam tawakal, seorang Muslim memiliki keyakinan penuh bahwa Allah SWT adalah Dzat yang Maha Penyayang dan Maha Penyelamat. Dia percaya bahwa Allah SWT akan menjaga, melindungi, dan memberikan yang terbaik bagi hamba-Nya.

Dengan memiliki kepercayaan ini, seorang Muslim merasa aman dan tenang, menghilangkan kekhawatiran dan kecemasan yang berlebihan.

3. Reliance (Ketergantungan) Penuh kepada Allah SWT

Tawakal melibatkan ketergantungan penuh kepada Allah SWT dalam segala hal. Seorang Muslim melepaskan segala bentuk keinginan dan harapan kepada selain Allah SWT, dan sepenuhnya mengandalkan-Nya dalam menghadapi setiap situasi.

Ini menunjukkan tingkat keimanan yang tinggi dan meyakinkan bahwa hanya Allah SWT yang memiliki kekuasaan penuh dan pengendalian atas segala sesuatu.

4. Kesadaran akan Keterbatasan Manusia

Aspek keimanan dalam tawakal juga melibatkan kesadaran yang mendalam akan keterbatasan manusia. Seorang Muslim menyadari bahwa manusia hanya dapat merencanakan dan melakukan usaha sebaik-baiknya, namun hasil akhirnya ada di tangan Allah SWT.

Oleh karena itu, tawakal mengajarkan untuk menerima takdir Allah dengan lapang dada dan berserah diri kepada kehendak-Nya.

5. Mengoptimalkan Potensi dan Usaha

Keimanan dalam tawakal tidak berarti menjadi pasif atau mengabaikan tanggung jawab dan usaha. Sebaliknya, seorang Muslim yang tawakal tetap berusaha dengan maksimal, mengoptimalkan potensi yang dimiliki, dan mengambil langkah-langkah yang diperlukan.

Namun, dia menyadari bahwa hasil akhirnya terletak dalam kehendak Allah SWT. Tawakal memberikan kekuatan dan ketenangan dalam menghadapi hasil dari usaha tersebut.

Dalam keseluruhan, aspek keimanan dalam tawakal menekankan pentingnya kepercayaan dan keyakinan yang kuat kepada Allah SWT sebagai dasar utama dalam mengamalkan tawakal.

Dengan memiliki keimanan yang kokoh, seorang Muslim dapat merasakan kedamaian dan kebahagiaan yang sesungguhnya.

Tawakal Bukan Sekedar Pasrah

Penting untuk disadari bahwa tawakal tidak sekadar merupakan kepercayaan batin kepada Tuhan, tetapi juga harus diimbangi dengan usaha sungguh-sungguh yang nyata.

Ibnu Rajab mengatakan bahwa menjalankan tawakal tidaklah berarti seseorang harus meninggalkan sebab atau sunnatullah yang telah ditetapkan dan ditakdirkan. Karena Allah memerintahkan kita untuk melakukan usaha sekaligus juga memerintahkan kita untuk bertawakal.

Oleh karena itu, usaha dengan anggota badan untuk meraih sebab termasuk ketaatan kepada Allah, sedangkan tawakal dengan hati merupakan keimanan kepada-Nya.

Sebagaimana Allah Ta’ala telah berfirman dalam surah An Nisa (yang artinya),

Hai orang-orang yang beriman, ambillah sikap waspada.” (QS. An Nisa [4]: 71).

Allah juga berfirman dalam surah Al Anfaal (yang artinya),

Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang.” (QS. Al Anfaal [8]: 60).

juga Firman Allah dalam surah Al jumu’ah (yang artinya),

Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah” (QS. Al Jumu’ah [62]: 10).

Dalam ayat-ayat ini terlihat bahwa kita juga diperintahkan untuk melakukan usaha.

Sahl At Tusturi mengatakan,

“Barang siapa mencela usaha (meninggalkan sebab) maka dia telah mencela sunnatullah (ketentuan yang Allah tetapkan -pen). Barang siapa mencela tawakal (tidak mau bersandar pada Allah, pen) maka dia telah meninggalkan keimanan. (Lihat Jami’ul Ulum wal Hikam)

Hadits pendapat Ulama tentang Usaha dan Tawakal

Dari Umar bin Al Khaththab radhiyallahu ‘anhu berkata, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

Seandainya kalian betul-betul bertawakal pada Allah, sungguh Allah akan memberikan kalian rezeki sebagaimana burung mendapatkan rezeki. Burung tersebut pergi pada pagi hari dalam keadaan lapar dan kembali sore harinya dalam keadaan kenyang.” (HR. Ahmad, Tirmidzi, dan Al Hakim. Dikatakan shahih oleh Syaikh Al Albani dalam Silsilah Ash Shohihah no. 310)

Imam Ahmad pernah ditanyakan mengenai seorang yang kerjaannya hanya duduk di rumah atau di masjid. Pria itu mengatakan,

Aku tidak mengerjakan apa-apa sehingga rezekiku datang kepadaku.” Lalu Imam Ahmad mengatakan, “Orang ini tidak tahu ilmu (bodoh). Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda, “Allah menjadikan rezekiku di bawah bayangan tombakku.” Dan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda (sebagaimana hadits Umar di atas). Disebutkan dalam hadits ini bahwa burung tersebut pergi pada waktu pagi dan kembali pada waktu sore dalam rangka mencari rizki. (Lihat Umdatul Qori Syarh Shohih Al Bukhari, 23/68-69, Maktabah Syamilah)

Al Munawi juga mengatakan,

“Burung itu pergi pada pagi hari dalam keadaan lapar dan kembali ketika sore dalam keadaan kenyang. Namun, usaha (sebab) itu bukanlah yang memberi rezeki, yang memberi rezeki adalah Allah ta’ala. Hal ini menunjukkan bahwa tawakal tidak harus meninggalkan sebab, akan tetapi dengan melakukan berbagai sebab yang akan membawa pada hasil yang diinginkan. Karena burung saja mendapatkan rezeki dengan usaha sehingga hal ini menuntunkan pada kita untuk mencari rezeki. (Lihat Tuhfatul Ahwadzi bisyarhi Jaami’ At Tirmidzi, 7/7-8, Maktabah Syamilah)

Praktik Tawakal dalam Kehidupan Sehari-hari

Praktik tawakal merupakan bagian penting dalam kehidupan sehari-hari seorang Muslim yang ingin mengokohkan hubungannya dengan Allah SWT.

Berikut ini adalah penjelasan mengenai praktik tawakal dalam kehidupan sehari-hari:

1. Doa dan Dzikir

Seorang Muslim yang ingin mengamalkan tawakal secara aktif memulai setiap aktivitasnya dengan berdoa kepada Allah SWT. Doa adalah sarana untuk menyampaikan keinginan, harapan, dan kebutuhan kepada-Nya.

Dalam doa, seorang Muslim juga meyakini bahwa hanya Allah SWT yang dapat memenuhi permintaan dan memberikan pertolongan.

Selain itu, melalui dzikir, seorang Muslim mengingat Allah SWT secara terus-menerus, memperkuat ikatan spiritualnya dengan-Nya, dan mengasah kesadaran akan kehadiran-Nya dalam setiap aspek kehidupan.

2. Merencanakan dengan Tawakal

Seorang Muslim yang tawakal tetap merencanakan dan mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya dalam menjalani kehidupan. Namun, dalam merencanakan, dia selalu mengikuti prinsip bahwa hasil akhirnya ada di tangan Allah SWT.

Oleh karena itu, seorang Muslim yang tawakal memiliki keyakinan bahwa rencananya hanya sebagai usaha, sedangkan hasilnya ditentukan oleh Allah SWT.

Ini membantu mengurangi kekhawatiran yang berlebihan terhadap masa depan dan membawa ketenangan dalam menjalani setiap langkah kehidupan.

3. Menjalani Tanggung Jawab dengan Tawakal

Praktik tawakal tidak berarti menjadi pasif atau mengabaikan tanggung jawab yang ada. Seorang Muslim yang tawakal tetap menjalankan tugas dan tanggung jawabnya dengan sebaik-baiknya, mengejar keunggulan dalam pekerjaan, keluarga, dan kehidupan sosial.

Namun, dia melakukannya dengan keyakinan bahwa hasil akhirnya tergantung pada kehendak Allah SWT. Praktik tawakal membantu menjaga fokus pada usaha yang dilakukan dan memberikan ketenangan dalam menghadapi hasil yang mungkin berbeda dari yang diharapkan.

4. Menerima Ujian dengan Tawakal

Dalam kehidupan, setiap individu diuji dengan berbagai cobaan dan kesulitan. Seorang Muslim yang tawakal melihat ujian tersebut sebagai bagian dari takdir yang ditetapkan oleh Allah SWT.

Dia menerima ujian dengan lapang dada, mengandalkan kekuatan dan pertolongan dari Allah SWT untuk menghadapinya.

Praktik tawakal membantu mengurangi stres dan kecemasan yang mungkin timbul akibat ujian tersebut, karena seorang Muslim yakin bahwa Allah SWT tidak memberikan beban yang melebihi kemampuan hamba-Nya.

Dalam keseluruhan, praktik tawakal merupakan upaya seorang Muslim untuk memperkuat hubungannya dengan Allah SWT dalam kehidupan sehari-hari.

Tawakal yang Termasuk Syirik

Tawakal adalah bentuk ibadah yang sangat ditekankan dalam Islam, tetapi ada beberapa praktik yang dapat dianggap sebagai syirik (penghujatan) karena melibatkan pengabdian kepada selain Allah SWT.

Imam Ahmad mengatakan bahwa tawakal adalah amalan hati yaitu ibadah hati semata (Madarijus Salikin, Ibnul Qayyim, 2/96). Sedangkan setiap ibadah wajib ditujukan kepada Allah semata. Barang siapa yang menujukan satu ibadah saja kepada selain Allah maka berarti dia telah terjatuh dalam kesyirikan. Begitu juga apabila seseorang bertawakal dengan menyandarkan hati kepada selain Allah -yaitu sebab yang dilakukan-, maka hal ini juga termasuk kesyirikan.

Berikut ini adalah beberapa contoh tawakal yang termasuk dalam syirik:

1. Tawakal kepada Makhluk

Tawakal yang salah adalah ketika seseorang mengabdikan dirinya kepada makhluk, seperti manusia atau benda mati, sebagai objek yang mereka percayai dapat memberikan manfaat atau perlindungan.

Ini adalah bentuk syirik karena hanya Allah SWT yang memiliki kekuasaan dan pengendalian mutlak atas segala sesuatu di alam semesta.

2. Tawakal kepada Jin atau Setan

Sebagian orang mungkin mencari bantuan dari jin atau setan dengan tujuan mendapatkan kekayaan, keberuntungan, atau perlindungan.

Mengandalkan jin atau setan sebagai objek tawakal adalah bentuk syirik yang sangat dilarang dalam Islam. Jin dan setan adalah makhluk ciptaan Allah SWT yang bersifat jahat dan musuh manusia.

3. Tawakal kepada Orang Suci atau Penyembah Berhala

Tawakal kepada orang suci atau tokoh agama tertentu adalah praktik syirik yang melibatkan pemujaan dan pengabdian kepada selain Allah SWT.

Menyembah berhala atau bergantung pada “dukun” atau “orang suci” untuk mencapai keberkahan atau tujuan tertentu adalah pelanggaran serius terhadap ajaran Islam yang tegas mengajarkan bahwa hanya Allah SWT yang pantas disembah.

4. Tawakal tanpa Usaha

Tawakal yang benar adalah mengandalkan Allah SWT sambil tetap melakukan usaha dan upaya maksimal. Namun, jika seseorang menganggap tawakal sebagai alasan untuk tidak berusaha atau pasif dalam menghadapi kehidupan, itu adalah kesalahan yang mengarah pada syirik.

Islam mendorong umatnya untuk berusaha dan bertanggung jawab dalam menjalani kehidupan sambil mempercayai kekuasaan Allah SWT.

Penting untuk memahami bahwa tawakal yang benar adalah mengandalkan Allah SWT sebagai satu-satunya sumber kekuatan dan pertolongan, dan menolak untuk menyekutukan-Nya dengan makhluk atau benda lain.

Syirik adalah dosa besar dalam Islam dan harus dihindari dengan tegas. Sebagai gantinya, seorang Muslim harus memperkuat tawakalnya kepada Allah SWT dengan meneguhkan keyakinan dan ketaatan kepada-Nya dalam segala aspek kehidupan.