Syarat-syarat Penting Menjadi Imam Shalat: Panduan Praktis untuk Pemimpin Spiritual

Jika seseorang berkunjung ke dalam sebuah masjid atau memiliki status bukan sebagai imam tetap, sebaiknya tidak terburu-buru menjadi imam dalam shalat jama’ah di masjid tersebut atau dalam shalat jama’ah lainnya kecuali sudah diizinkan oleh imam atau jamaa’ah tetap.

Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

وَلا يَؤُمَّنَّ الرَّجُلُ الرَّجُلَ فِي سُلْطَانِهِ , وَلا يَقْعُدْ فِي بَيْتِهِ عَلَى تَكْرِمَتِهِ إِلا بِإِذْنِهِ

“Janganlah seorang maju menjadi imam shalat di tempat kekuasaan orang lain, dan janganlah duduk di rumah orang lain di kursi khusus milik orang tersebut, kecuali diizinkan olehnya” (HR. Muslim no. 673).

Hadits ini menunjukkan larangan bagi seseorang yang datang ke dalam sebuah masjid atau tempat untuk maju, meskipun ia merasa lebih baik dalam bacaan Qur’an atau pemahaman agama. Padahal, ada orang lain yang lebih berhak, seperti imam tetap atau pemilik tempat tersebut.

Namun dibolehkan orang pendatang untuk menjadi imam jika diizinkan oleh imam tetap atau oleh pemilik tempat

Imam An Nawawi rahimahullah menjelaskan:

مَعْنَاهُ : مَا ذَكَرَهُ أَصْحَابنَا وَغَيْرهمْ : أَنَّ صَاحِب الْبَيْت وَالْمَجْلِس وَإِمَام الْمَسْجِد أَحَقّ مِنْ غَيْره ، وَإِنْ كَانَ ذَلِكَ الْغَيْر أَفْقَه وَأَقْرَأ وَأَوْرَع وَأَفْضَل مِنْهُ وَصَاحِب الْمَكَان أَحَقّ فَإِنْ شَاءَ تَقَدَّمَ ، وَإِنْ شَاءَ قَدَّمَ مَنْ يُرِيدهُ

“Maknanya, sebagaimana disebutkan para ulama madzhab kami, bahwa pemilik rumah, atau pemilik majelis, atau imam (tetap) masjid, lebih berhak untuk menjadi imam daripada yang lain. Walaupun ada orang lain yang lebih alim (berilmu agama), lebih pandai membaca Al Qur’an dan lebih utama darinya. Dan pemilik tempat lebih berhak untuk menjadi imam. Ia bisa memilih apakah ia yang maju atau mempersilahkan orang lain untuk maju” (Syarah Shahih Muslim, 5/147).

Syarat Sah Menjadi Imam Shalat

Dalam rangka menjadi imam dalam shalat, terdapat syarat-syarat yang telah ditentukan oleh Islam. Syarat-syarat ini penting agar shalat yang dilakukan menjadi sah dan terhindar dari kemungkinan tidak sah.

Berikut adalah syarat sah imam menurut Syeikh Wahbah Al-Zuhaily dalam kitab Al-Fiqh Al-Islami Wa-Adillatuhu:

1. Islam

Seorang imam shalat wajib adalah seorang Muslim, sehingga shalat tidak akan sah jika imamnya bukan seorang Muslim. Dalam hal ini, shalat perlu diulang.

2. Berakal sehat

Seseorang yang mengalami gangguan jiwa, kebingungan, atau keadaan tidak sadar seperti dalam keadaan mabuk, tidak dapat menjadi imam shalat, dan shalat yang dipimpin olehnya tidak akan sah baik bagi dirinya maupun bagi orang yang mengikutinya.

3. Kematangan (Baligh)

Seseorang yang belum mencapai kematangan (baligh) tidak sah menjadi imam dalam shalat, meskipun mereka sudah mampu membedakan antara yang baik dan yang buruk (mumayyiz).

Tanda-tanda seseorang telah mencapai kematangan adalah jika mereka mengalami mimpi basah (ikhtilam). Namun, terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai hukum seorang anak kecil yang menjadi imam shalat.

4. Laki-laki

Seorang imam shalat haruslah seorang laki-laki dan tidak boleh seorang perempuan atau khuntsa (interseks). Hal ini berlaku baik untuk shalat wajib maupun sunnah.

Namun, jika semua jamaah shalat adalah perempuan, tidak diwajibkan untuk memiliki imam laki-laki. Dengan kata lain, perempuan dapat menjadi imam bagi perempuan lainnya.

5. Suci dari hadas besar dan kecil

Seorang imam shalat harus dalam keadaan suci dari hadas (keadaan tidak suci), baik hadas kecil maupun hadas besar.

Selain itu, tidak sah bagi seorang imam yang masih terkena najis (kotoran), karena shalat yang dipimpinnya juga tidak akan sah bagi dirinya sendiri.

6. Kemampuan yang baik dalam membaca Al-Qur’an

Syarat menjadi imam shalat yang diutamakan adalah kemampuan yang baik dalam membaca Al-Qur’an, karena hal ini merupakan salah satu syarat sahnya shalat.

Bahkan jika seseorang memiliki bacaan Al-Qur’an yang lebih baik, tidak sah bagi orang lain untuk menjadi makmumnya jika mereka tidak fasih dalam membaca Al-Qur’an.

Selain itu, seorang imam shalat juga harus memahami dan melaksanakan rukun-rukun shalat dengan tertib.

7. Imam tidak boleh menjadi makmum pada imam lainnya

Seorang imam shalat tidak boleh menjadi makmum (orang yang mengikutinya dalam shalat) pada imam lainnya.

Sebagai contoh, ketika kita hendak melaksanakan shalat berjamaah di masjid dan jamaah shalat tersebut tidak membentuk barisan shaf yang rapi, kita harus memastikan bahwa kita tidak menjadi makmum bagi orang yang juga sedang menjadi makmum dari imam lainnya.

Namun, jika kita telah menjadi makmum bagi orang lain dan shalat imam telah selesai, maka itu diperbolehkan.

8. Bacaan Al-Qur’an yang benar dan lancar dengan ilmu tajwid

Hal yang sering terjadi adalah seseorang berusaha membaca Al-Qur’an dengan lancar, tetapi tidak mengetahui makhraj (tempat keluarnya huruf) yang benar untuk setiap hurufnya.

Akibatnya, mereka sering tertukar antara huruf sin dengan shad, atau huruf tsa’ dengan dzal. Dalam hal ini, tidak sah bagi makmum untuk mengikuti seorang imam yang memiliki masalah tersebut.

9. Shalat imam menurut madzhab makmum

Misalnya, seorang pengikut mazhab Hanafi menjadi makmum bagi seorang pengikut mazhab Syafi’i yang sebelum shalat melakukan hal-hal yang membatalkan wudhu menurut madzhab Hanafi, seperti mengalir darah dan tidak berwudhu lagi.

Atau seorang pengikut mazhab Syafi’i menjadi makmum bagi seorang pengikut mazhab Hanafi yang sebelum shalat melakukan hal-hal yang membatalkan wudhu menurut madzhab Syafi’i, seperti menyentuh wanita lain dan tidak berwudhu lagi.

Dalam kondisi seperti ini, shalat keduanya dianggap batal karena pandangan madzhab yang dianut oleh makmumnya mengenai sah atau tidaknya shalat yang dipimpin oleh seorang imam.

Hendaknya Memilih orang Alim menjadi Imam

Kriteria pemilihan imam telah Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam sabdakan:

يَؤُمُّ القومَ أقرؤُهم لكتابِ اللهِ . فإن كانوا في القراءةِ سواءً . فأعلمُهم بالسُّنَّةِ . فإن كانوا في السُّنَّةِ سواءً . فأقدمُهم هجرةً . فإن كانوا في الهجرةِ سواءً ، فأقدمُهم سِلْمًا . ولا يَؤُمنَّ الرجلُ الرجلَ في سلطانِه . ولا يقعدُ في بيتِه على تَكرِمتِه إلا بإذنِه قال الأشجُّ في روايتِه ( مكان سِلمًا ) سِنًّا

“Hendaknya yang mengimami suatu kaum adalah orang yang paling baik bacaan Al Qur’annya. Jika mereka semua sama dalam masalah bacaan Qur’an, maka hendaknya yang paling paham terhadap Sunnah Nabi. Jika kepahaman mereka tentang Sunnah Nabi sama, maka yang paling pertama hijrah (mengenal sunnah). Jika mereka semua sama dalam hijrah, maka yang paling dahulu masuk Islam. Janganlah seorang maju menjadi imam shalat di tempat kekuasaan orang lain, dan janganlah duduk di rumah orang lain di kursi khusus milik orang tersebut, kecuali diizinkan olehnya”.

Dalam riwayat Al Asyaj (bin Qais) disebutkan: “yang paling tua usianya” untuk menggantikan: “yang paling dahulu masuk Islam” (HR. Muslim no. 673).

Penutup

Penting bagi kita sebagai umat Muslim untuk menghormati aturan dan tata tertib yang telah ditetapkan dalam agama kita. Menjadi seorang imam adalah tanggung jawab besar yang memerlukan pengetahuan dan keterampilan yang tepat.

Dengan menghormati proses yang telah ditetapkan dan memperoleh izin yang diperlukan, kita dapat memastikan keberlanjutan keharmonisan dalam pelaksanaan ibadah di masyarakat.

Mari kita tingkatkan pemahaman kita tentang tata cara menjadi seorang imam yang baik dan taat serta berkontribusi dalam memperkuat ikatan keagamaan kita.

Dengan begitu, kita dapat meraih keberkahan dan keutamaan dalam setiap ibadah yang kita laksanakan.

wallahu a’lam bishawab