Hukum Onani atau Masturbasi dalam Islam Menurut Para Ulama

HUKUM ONANI / MASTURBASI – Hukum Islam merupakan sebuah sistem yang menjunjung tinggi nilai moral dan akhlak mulia. Onani dalam Islam adalah suatu kegiatan atau aktivitas yang sangat bertentangan dengan nilai-nilai moral.

Onani dalam bahasa Arab di istilahkan dengan istimna’. Secara definisi, istimna’ merupakan sebuah usaha untuk memperoleh kenikmatan dan kepuasan seksual dengan merangsang alat kelamin sendiri dengan menggunakan tangan atau alat bantuan yang lainnya.

Kecanduan merangsang diri ini telah membuat pelakunya menjauhi nilai moral dan akhlak mulia yang sangat bertentangan dengan agama Islam.

Bahaya melakukan onani secara berlebihan akan membawa efek samping kepada kesehatan pelaku diantaranya badan lemas, lemah, anggota tubuh bergetar dan kaku, perasaan berdebar-debar tidak karuan. Belum lagi hal ini akan mempengaruhi produksi berbagai organ reproduksi seperti berkurangnya kualitas sel telur dan sperma.

Masturbasi atau Onani Dalam Islam

Imam Asy-Syafi’i dan Imam Malik mengharamkan perbuatan masturbasi atau onani atau merangsang alat kelamin sendiri dengan tujuan mencapai kepuasan tanpa pasangan yang sah. Hal ini sesuai ayat Al Quran,

“Dan mereka yang menjaga kehormatannya (dalam hubungan seksual) kecuali kepada istri atau hamba sahayanya, maka sesungguhnya mereka tidaklah tercela. Maka barangsiapa yang menginginkan selain yang demikian, maka mereka adalah orang-orang yang melampaui batas,” (Al Mu’minun: 5-7).

Menurut para ulama, ayat diatas berarti bahwa kebutuhan biologis atau dorongan seksual hanya bisa disalurkan kepada istri atau suami yang sah atau budak yang dimiliki. Di luar dari itu, apabila ada kontak seks atau diperoleh ejakulasi atas usaha sendiri dengan melakukan masturbasi atau onani, maka usaha tersebut hukumnya haram, meskipun pelakunya tidak sampai pada tindakan zina dan seks bebas.

Penjelasan Imam Asy-Syafi’i dan Imam Malik akan keharaman onani dalam hukum Islam diperkuat pula oleh riwayat berikut,

[su_note note_color=”#c8f7ca”]Ada 7 golongan yang Allah tidak akan melihat mereka pada hari kiamat dan Allah tidak mau mensucikan (tidak mengampuni dosanya) dan Allah tidak mau mengumpulkan mereka bersama orang yang beramal kebaikan.

Dan Allah akan memasukkan mereka ke neraka sebagai orang-orang yang pertama kali masuk ke neraka, kecuali bahwasanya mereka bertaubat. Ketujuh Golongan itu ialah:

  1. Orang yang berzina dengan tangannya (onani/masturbasi)
  2. Orang yang mengerjai & yang dikerjai (gay dan lesbian)
  3. Orang yang membiasakan minum arak
  4. Orang yang memukul kedua orang tuanya hingga meminta tolong
  5. Orang yang menyakiti tetangganya hingga melaknatinya
  6. Orang yang berzina dengan istri tetangganya

(HR. Al Baihaqi Fii Si’abul Iman 5232)[/su_note]

Adapun menurut Madzhab Hanafi juga mengharamkan melakukan masturbasi yang dilakukan untuk memperoleh kenikmatan seksual. Keseringan onani juga akan mengakibatkan pikiran menjadi salalu berpikir mesum atau dengan kata lain otak akan terpenuhi dengan hal yang porno.

Hal ini akan mengakibatkan banyak energi terkuras sehingga menyebabkan badan menjadi kurus dan lemah. Akibatnya seseorang akan malas bekerja, malas beribadah, tidak bersemangat untuk menikah dan banyak lagi.

Kenapa masturbasi dan onani diharamkan dalam agama Islam? Karena hanya akan mendorong pelakunya untuk melakukan hubungan seksual yang selanjutnya. Berdampak pada aspek negatif priskologis si pelaku, perasaan malu, menyesal dan berdosa terus menghinggapi. Sehingga minder untuk mendekati laki-laki atau wanita yang disukai.

Solusi untuk Orang yang Sudah Terbiasa Onani

DR. Muhammad Shaleh al Munjid, seorang ulama di Saudi Arabia, menyebutkan beberapa solusi bagi orang-orang yang terbiasa melakukan perbuatan ini, yaitu:

  1. Hendaklah faktor yang mendorongnya untuk melepaskan diri dari kebiasaan onani adalah untuk menjalankan perintah Allah SWT dan menghindari murka-Nya.
  2. Mendorong dirinya untuk mengambil solusi mendasar dengan menikah sebagai pelaksanaan dari wasiat Rasulullah SAW kepada para pemuda dalam permasalahan ini.
  3. Mengarahkan fikiran, bisikan dan menyibukan dirinya dengan perkara-perkara yang didalamnya terdapat kemaslahatan bagi dunia maupun akheratnya. Karena terus menerus menghayal akan mendorongnya untuk melakukan perbuatan itu dan pada akhirnya menjadikannya kebiasaan sehingga sulit untuk dilepaskan.
  4. Menjaga pandangan dari melihat orang-orang atau foto-foto yang membawa fitnah apakah itu foto dari orang yang hidup atau sekedar gambar dengan matanya secara langsung. Karena hal itu akan mendorongnya kepada perbuatan yang diharamkan, sebagaimana firman Allah SWT

    قُل لِّلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ

    Artinya: “Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandanganya…” (QS. An Nuur: 30)

    Juga sabda Rasulullah SAW,”Janganlah engkau ikuti pandanganmu dengan pandangan yang selanjutnya.” (HR. Tirmidzi, dan dihasankan didalam shahihul jami’)

    Pandangan pertama adalah pandangan spontanitas yang tidak ada dosa didalamnya sedangkan pandangan kedua adalah haram. Untuk itu sudah seharusnya dia menjauhkan diri dari tempat-tempat yang didalamnya terdapat perkara-perkara yang bisa menggelorakan dan menggerakkan syahwat.

  5. Menyibukkan dirinya dengan berbagai ibadah dan menghindari untuk mengisi waktu-waktu kosongnya dengan maksiat.
  6. Mengambil palajaran dari beberapa penyakit pada tubuh yang disebabkan kebiasaan melakukan onani seperti: melemahkan penglihatan dan syahwat, melemahkan alat reproduksi, sakit punggung dan penyakit-penyakit lainnya yang telah disebutkan oleh para dokter. Demikian pula dengan penyakit kejiwaan seperti: stress, kegalauan hati dan yang lebih besar dari itu semua adalah meremehkan waktu-waktu sholat dikarenakan berulang kalinya mandi… dan juga merusak puasanya (apabila dalam keadaan puasa).
  7. Menghilangkan berbagai cara untuk mencari kepuasan yang salah, dikarenakan sebagian pemuda menganggap bahwa perbuatan ini dibolehkan dengan alasan menjaga diri dari zina atau homoseksual padahal kondisinya tidaklah sama sekali mendekati perbuatan yang keji (zina/homoseksual) tersebut.
  8. Mempersenjatai diri dengan kekuatan kehendak dan tekad serta tidak mudah meyerah terhadap setan. Hindari berada dalam kesendirian seperti bermalam sendirian. Didalam sebuah hadits disebutkan bahwa Nabi SAW melarang seseorang bermalam sendirian.” (HR. Ahmad didalam shahihul jami’ 6919)
  9. Mengambil cara-cara penyembuhan Nabi SAW berupa puasa, karena ia dapat menekan gejolak syahwat dan seksualnya. Dia juga perlu menghindari beberapa solusi yang aneh, seperti bersumpah untuk tidak melakukannya lagi atau bernazar dikarenakan jika ia kembali melakukan hal itu maka ia termasuk kedalam golongan orang-orang yang memutuskan sumpah yang telah dikokohkan. Jangan pula menggunakan obat-obat penekan syahwat karena didalamnya terkandung berbagai bahaya bagi tubuh. Didalam sunnah disebutkan bahwa segala sesuatu yang dipakai untuk menghentikan syahwat secara keseluruhan adalah haram.
  10. Berkomitmen dengan adab-adab syari’ah saat tidur, seperti; berdzikir, tidur diatas sisi kanan tubuhnya, menghindarkan tidur telungkup yang dilarang Nabi SAW.
  11. Berhias dengan kesabaran dan iffah. Hal yang demikian dikarenakan diantara kewajiban kita adalah bersabar terhadap hAl hal yang diharamkan walaupun hal itu disukai oleh jiwa. Telah diketahui bahwa sifat iffah dalam diri pada akhirnya akan menghentikannya dari kebiasaan tersebut, sebagaimana sabda Rasulullah SAW,”Barangsiapa yang menjaga diri (iffah) maka Allah akan menjaganya, barangsiapa yang meminta pertolongan kepada Allah maka Allah akan menolongnya, barangsiapa yang bersabar maka Allah akan memberikan kesabaran kepadanya dan tidaklah seseorang diberikan suatu pemberian yang lebih baik atau lebih luas daripada kesabaran.” (HR. Bukhori, didalam Fath no 1469)
  12. Apabila seseorang telah jatuh kedalam perbuatan maksiat ini maka segeralah bertaubat dan beristighfar serta melakukan perbuatan-perbuatan taat dengan tidak berputus asa karena putus asa adalah termasuk kedalam dosa besar.
  13. Akhirnya, diantara kewajiban yang tidak diragukan adalah kembali kepada Allah dan merendahkan dirinya dengan berdoa, meminta pertolongan dari-Nya untuk melepaskan diri dari kebiasaan ini. Ini adalah solusi terbesar karena Allah SWT senantiasa mengabulkan doa orang yang berdoa apabila dia berdoa. (sumber: islam-qa.com)

Beri Tanggapan