Zakat Barang Temuan dan Tambang

Rikaz dan ma’dan adalah konsep yang relevan dalam syariat Islam. Rikaz merujuk pada penemuan harta karun secara tidak sengaja, sedangkan ma’dan merujuk pada sumber daya alam yang dapat dieksploitasi. Pandangan ulama tentang rikaz dan ma’dan dapat berbeda, tergantung pada keadaan penemuan dan konteks kepemilikan tanah.

Konsep ini memiliki peran penting dalam menentukan hak dan kewajiban terkait penemuan dan pemanfaatan sumber daya alam. Dalam artikel ini, kita akan menjelaskan pengertian rikaz dan ma’dan dalam syariat Islam, serta perbedaan pandangan ulama terhadap kedua konsep tersebut.

Dengan pemahaman yang lebih baik, kita dapat menggali perspektif agama terkait kepemilikan, pemanfaatan, dan distribusi sumber daya alam.

Dalil Wajibnya Zakat Rikaz dan Ma’dan

A. Ayat Al-Qur’an yang mendasari kewajiban zakat rikaz dan ma’dan

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا أَنْفِقُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّا أَخْرَجْنَا لَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ

Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu” (Al Baqarah: 267).

B. Hadits Nabi yang mengatur zakat rikaz dan ma’dan

Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

وَالْمَعْدِنُ جُبَارٌ ، وَفِى الرِّكَازِ الْخُمُسُ

Barang tambang (ma’dan) adalah harta yang terbuang-buang dan harta karun (rikaz) dizakati sebesar 1/5 (20%).” (HR. Bukhari no. 1499 dan Muslim no. 1710)

3 Jenis Harta yang Ditemukan di Dalam Bumi

Ada tiga jenis harta yang ditemukan dalam bumi yang dapat dibedakan sebagai berikut:

  1. Rikaz: Merupakan harta yang memiliki tanda-tanda yang terkait dengan kaum non-Muslim dan terbukti berasal dari masa jahiliyah (sebelum Islam).
  2. Luqothoh (barang temuan) dan Kanzun (harta terpendam): Harta yang tidak memiliki tanda-tanda yang menghubungkannya dengan masa jahiliyah dapat dibagi menjadi dua kategori berikut:
    • Luqothoh (barang temuan): Jika harta ditemukan di tanah yang memiliki pemilik atau di jalan yang memiliki pemilik.
    • Kanzun (harta terpendam): Jika harta ditemukan di tanah yang tidak memiliki pemilik atau di jalan yang tidak memiliki pemilik.
  3. Ma’dan (barang tambang): Merupakan harta yang berasal dari dalam bumi, seperti logam, batu mulia, atau sumber daya alam lainnya.

Setiap jenis harta di atas memiliki hukum yang berbeda-beda yang mengaturnya.

Perlakuan terhadap Barang Temuan yang Terpendam:

A. Harta ditemukan di tanah tak bertuan:

Jika harta temuan ditemukan di tanah yang tidak memiliki pemilik yang jelas atau tanah tak bertuan, harta tersebut akan menjadi milik pihak yang menemukannya. Pemilik baru berhak memiliki dan menguasai harta temuan tersebut. Tetapi, yang menemukan wajib mengeluarkan zakat sebesar 20% dan yang 80% boleh dimilikinya.

B. Harta ditemukan di jalan atau negeri yang berpenduduk:

Sesuai perintah, disarankan untuk mengumumkannya seperti barang temuan (luqothoh). Jika pemiliknya datang dan mengklaim harta tersebut, maka harta itu akan menjadi miliknya. Namun, jika tidak ada pemilik yang muncul, maka harta tersebut akan menjadi milik orang yang menemukannya, sesuai dengan aturan yang sudah disebutkan sebelumnya.

C. Harta ditemukan di tanah milik orang lain:

Terdapat tiga pendapat yang berbeda dalam masalah ini:

  1. Tetap menjadi milik pemilik tanah. Pendapat ini dianut oleh Abu Hanifah, Muhammad bin Al Hasan, dan didasarkan pada qiyas (analogi) dari perkataan Imam Malik. Salah satu pendapat dari Imam Ahmad juga sejalan dengan ini.
  2. Menjadi milik orang yang menemukan. Pendapat ini dikemukakan oleh Imam Ahmad dan Abu Yusuf. Mereka berpendapat bahwa harta terpendam tidak menjadi milik pemilik tanah, melainkan menjadi milik siapa pun yang menemukannya.
  3. Dibedakan, yaitu jika pemilik tanah mengetahui adanya harta tersebut, maka harta itu menjadi miliknya. Namun, jika pemilik tanah tidak mengetahuinya, maka harta tersebut menjadi milik orang yang pertama kali menemukannya. Pendapat ini merupakan pandangan dalam madzhab Syafi’i.

D. Harta ditemukan di tanah yang berpindah kepemilikan:

Terdapat dua pendapat dalam masalah ini:

  1. Harta seperti ini menjadi milik orang yang menemukannya di tanah yang saat ini menjadi miliknya. Ini adalah pendapat yang disampaikan oleh Malik, Abu Hanifah, dan juga pendapat yang masyhur dari Imam Ahmad, asalkan pemilik tanah pertama tidak mengklaimnya.
  2. Harta tersebut menjadi milik pemilik tanah sebelumnya jika pemilik tersebut mengenali harta tersebut. Jika tidak dikenali, maka harta itu akan menjadi milik pemilik tanah sebelumnya lagi, dan begitu seterusnya. Jika tidak ada di antara pemilik tanah sebelumnya yang mengenali harta tersebut, maka perlakuan terhadapnya akan sama seperti barang temuan (luqothoh).

E. Harta ditemukan di negeri kafir harbi:

Apabila harta tersebut ditemukan setelah mengalahkan orang kafir dalam peperangan, maka status harta terpendam tersebut menjadi ghonimah (harta rampasan perang).

Jika harta tersebut dapat dikuasai secara mandiri tanpa bantuan siapapun, terdapat dua pendapat mengenai hal ini:

  1. Harta tersebut menjadi milik orang yang menemukannya. Ini adalah pendapat dalam madzhab Ahmad, mereka mengambil qiyas (analogi) dengan harta yang ditemukan di tanah yang tidak memiliki pemilik.
  2. Jika harta tersebut dikenal oleh pemilik tanah tersebut, yaitu orang kafir harbi, dan ia bersikeras mempertahankannya, maka status harta tersebut adalah ghonimah. Namun, jika tidak dikenal dan tidak ada usaha keras untuk mempertahankannya, maka statusnya akan seperti rikaz (harta karun). Ini adalah pendapat dari Malik, Abu Hanifah, dan Syafi’i, di mana masing-masing dari mereka memberikan penjelasan rinci dalam masalah ini.

Nisab dan Haul dalam Zakat Rikaz

Dalam konteks zakat rikaz, tidak ada persyaratan nisab dan haul yang harus dipenuhi. Nisab biasanya merujuk pada jumlah minimum harta yang harus dimiliki oleh seseorang agar wajib membayar zakat.

Namun, dalam zakat rikaz, persyaratan nisab tidak berlaku. Artinya, setiap kali ada temuan harta karun atau emas tambang yang ditemukan, maka zakat harus dikeluarkan tanpa memperhatikan jumlah harta tersebut.

Besaran zakat rikaz telah ditentukan sebesar 20% atau 1/5 dari nilai total harta karun atau emas tambang yang ditemukan. Ketika seseorang menemukan harta karun atau emas tambang yang tersembunyi dan belum dimiliki oleh siapapun sebelumnya, maka dia wajib membayar zakat sebesar 20% dari nilai harta tersebut.

Sebagai contoh, jika nilai total harta yang ditemukan adalah 100.000 unit mata uang, maka zakat yang harus dikeluarkan adalah 20.000 unit mata uang.

Penggunaan Zakat Rikaz

Zakat rikaz adalah zakat yang diberikan atas harta temuan seperti emas, perak, dan logam berharga lainnya yang ditemukan di dalam tanah. Terdapat perbedaan pendapat di antara ulama mengenai penggunaan zakat rikaz.

Beberapa ulama berpendapat bahwa zakat rikaz hanya boleh digunakan untuk tujuan yang sama dengan zakat pada umumnya, yaitu untuk membantu fakir miskin, mustahik (penerima zakat), dan golongan yang berhak menerima zakat lainnya.

Pendapat ini menganggap bahwa zakat rikaz termasuk dalam zakat mal dan harus dikelola dan didistribusikan oleh pihak yang berwenang, seperti lembaga zakat yang sah.

Namun, ada juga pendapat lain yang mengizinkan penggunaan zakat rikaz untuk tujuan lain selain zakat pada umumnya. Beberapa ulama berpendapat bahwa zakat rikaz dapat digunakan untuk membiayai kepentingan umum, seperti pembangunan infrastruktur publik, peningkatan kesejahteraan masyarakat, dan proyek-proyek pembangunan yang bermanfaat bagi umat.

Pendapat ini didasarkan pada prinsip bahwa zakat rikaz memiliki sifat khusus karena bersumber dari harta temuan di dalam tanah, dan oleh karena itu, penggunaannya dapat disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat.

Beberapa ulama berpendapat bahwa penguasa memiliki kewenangan penuh untuk menentukan penggunaan zakat rikaz sesuai dengan kepentingan umum dan kebutuhan masyarakat. Penguasa dianggap memiliki otoritas dan kebijakan yang dapat menentukan penggunaan zakat rikaz untuk proyek-proyek publik yang memberikan manfaat bagi seluruh masyarakat.

Namun, pendapat lain menekankan bahwa keputusan mengenai penggunaan zakat rikaz sebaiknya dilakukan dengan konsultasi dan partisipasi ulama serta masyarakat. Penguasa diharapkan untuk memperhatikan nasihat dan masukan dari pihak yang berkompeten dalam bidang keagamaan dan zakat agar penggunaan zakat rikaz tetap sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.

Pada akhirnya, penetapan penggunaan zakat rikaz haruslah memperhatikan prinsip-prinsip keadilan, kesejahteraan masyarakat, dan kepatuhan terhadap hukum syariah. Keputusan ini sebaiknya diambil dengan pertimbangan yang matang dan berdasarkan pemahaman yang mendalam terhadap ajaran Islam dan hukum zakat.

Zakat Barang Tambang

Pertanyaan apakah barang tambang termasuk dalam zakat rikaz bergantung pada perspektif dan pendapat ulama yang berbeda-beda. Rikaz adalah harta yang ditemukan secara tiba-tiba dan tidak dimiliki oleh seseorang sebelumnya.

Beberapa ulama berpendapat bahwa barang tambang seperti emas, perak, dan mineral berharga lainnya dapat dikategorikan sebagai rikaz dan wajib dikeluarkan zakatnya. Pendapat ini didasarkan pada argumen bahwa barang tambang ditemukan secara tiba-tiba dan termasuk dalam kategori harta temuan yang harus dikeluarkan zakatnya.

Pendapat ulama tentang zakat barang tambang juga bervariasi. Beberapa ulama berpendapat bahwa barang tambang, seperti emas dan perak, termasuk dalam zakat maal atau zakat harta. Zakat maal adalah zakat yang dikenakan atas harta kekayaan yang mencapai nisab (ambang batas) dan telah mencapai haul (periode satu tahun).

Pendapat ulama mengenai zakat barang tambang ini masih terus diperdebatkan dan beragam. Oleh karena itu, sangat penting bagi individu yang memiliki barang tambang untuk berkonsultasi dengan ulama atau pakar agama yang dapat memberikan panduan sesuai dengan konteks dan kondisi setempat.