Macam-macam Najis dan Cara Membersihkannya

Najis adalah kata dalam bahasa Arab yang sering digunakan dalam agama Islam untuk merujuk pada segala sesuatu yang dianggap kotor atau tidak suci. Istilah ini terkait dengan konsep kebersihan dalam Islam dan terdapat aturan-aturan khusus yang berkaitan dengannya.

Contohnya, beberapa benda atau zat yang dianggap sebagai najis dalam Islam antara lain kotoran manusia atau hewan, darah, urin, najis hewan tertentu, serta minuman yang memabukkan. Ada aturan-aturan yang harus diikuti untuk membersihkan diri setelah terkena najis, dan ada juga aturan-aturan tentang bagaimana memperlakukan benda-benda yang dianggap najis.

Perintah Membersihkan Najis

Perintah untuk membersihkan najis dalam agama Islam sangatlah penting, karena menjaga kebersihan dan kesucian merupakan bagian dari ibadah dan ketaqwaan. Berikut adalah beberapa ayat dan hadis yang menunjukkan pentingnya membersihkan najis:

  • Al-Quran Surat Al-Maidah ayat 6: “Hai orang-orang yang beriman, jika kalian hendak salat, maka basuhlah muka dan tanganmu sampai ke siku dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai ke dua mata kaki.”
  • Hadis riwayat Imam Bukhari dan Muslim: “Sesungguhnya agama (Islam) adalah bersih (bersih dari najis), maka barangsiapa yang mempertahankan kesuciannya, maka sesungguhnya dia mempertahankan agamanya.”
  • Hadis riwayat Abu Dawud: “Barang siapa yang menemukan najis, maka hendaklah ia membersihkannya, kemudian ia salat.”

Dari ayat dan hadis di atas, jelaslah bahwa membersihkan najis merupakan kewajiban bagi setiap Muslim yang ingin menjaga kesucian dan kebersihan diri serta lingkungan sekitarnya. Jadi, jika seseorang terkena najis, maka ia harus segera membersihkannya agar bisa melakukan ibadah dengan baik dan benar.

Selengkapnya simak di bawah ini macam-macam najis beserta cara membersihkannya.

1. Najis mughallazhah

Najis mughallazhah atau najis berat adalah jenis najis yang sulit dibersihkan atau tidak bisa dibersihkan dengan mudah. Misalnya najis dari anjing dan babi.

Cara membersihkannya yaitu dengan tujuh kali cucian, dan cucian pertama menggunakan tanah atau sejenisnya. Hal ini sebagaimana sabda Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam, “Cara mensucikan bejana dari seseorang di antara kalian jika dijilat anjing adalah dengan mencucinya tujuh kali, cucian yang pertama menggunakan tanah.” (HR. Al Bukhari no. 182, Muslim no. 279)

Tips membersihkan najis mughallazhah:

  • Bersihkan najis secepat mungkin: Segera bersihkan najis mughallazhah setelah terkena, karena semakin lama najis dibiarkan menempel, semakin sulit untuk dibersihkan.
  • Gunakan sarung tangan: Kenakan sarung tangan atau alat pelindung lainnya saat membersihkan najis mughallazhah untuk menghindari kontak langsung dengan najis.
  • Gosok dengan lembut: Gosoklah permukaan yang terkena najis mughallazhah dengan lembut namun tegas, untuk membantu membersihkan najis yang menempel.
  • Gunakan bahan pembersih khusus: Jika diperlukan, gunakan bahan pembersih khusus untuk membersihkan najis mughallazhah yang sulit dibersihkan. Misalnya, deterjen, cairan pembersih khusus untuk bahan tertentu atau bahan kimia yang tidak berbahaya dan tidak mengandung unsur najis.
  • Keringkan dengan benar: Setelah dicuci, keringkan permukaan yang terkena najis mughallazhah dengan cara yang benar. Pastikan tidak ada air yang tersisa atau permukaan yang masih lembap, karena itu bisa memicu tumbuhnya kuman atau bakteri.

Ingatlah bahwa penting untuk membersihkan najis mughallazhah dengan benar dan teliti, karena hal ini berkaitan dengan kebersihan dan kesucian dalam agama Islam.

2. Najis mukhaffafah

Najis mukhaffafah atau najis ringan adalah jenis najis yang tidak terlihat dan tidak berbau, namun dapat menyebar melalui sentuhan atau kontak fisik. Setidaknya ada tiga macam najis mukhaffafah, masing-masing memerlukan cara yang berbeda untuk dibersihkan. Berikut rinciannya.

a. Najis yang dibersihkan dengan satu kali percikan air

Bentuk najis yang dibersihkan dengan cara ini adalah:

  • Air kencing anak laki-laki yang belum memakan makanan. Sebagaimana tersebut dalam hadis, “Air kencing anak perempuan itu dicuci, sedangkan air kencing anak laki-laki itu dipercikkan.” (HR. Abu Daud 377, An Nasa’i 303, dishahihkan Al Albani dalam Shahih An Nasa’i)
  • Muntahnya anak laki-laki yang belum memakan makanan.
  • Madzi, yakni air bening dan lengket yang keluar dari kemaluan karena memikirkan atau membayangkan hubungan seksual maupun ketika pasangan suami istri bercumbu rayu (biasa diistilahkan dengan foreplay/pemanasan). “Miqdad bin Al Aswad mengutusku kepada Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam. Lalu aku bertanya mengenai madzi yang keluar dari seseorang, bagaimana menyikapinya? Lalu Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: berwudhulah dan percikkan kemaluanmu dengan air.” (HR. Muslim 303)

b. Najis yang dibersihkan dengan satu kali siraman air atau secukupnya hingga hilang inti objeknya

Ini berlaku pada semua najis yang ada di atas permukaan lantai atau tanah. Hal ini terdapat dalam hadis Anas bin Malik radhiallahu’anhu, beliau berkata: “Seorang arab badwi kencing di satu bagian masjid, maka orang-orang pun hendak memarahinya. Namun Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam mereka. Ketika ia selesai kencing, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam memerintahkan untuk menyiram air kencingnya dengan seember air.” (HR. Bukhari Muslim)

Dengan demikian, najis yang ada di permukaan lantai atau tanah tidak harus hilang seutuhnya, melainkan cukup dihilangkan inti objeknya saja.

c. Najis yang dibersihkan dengan menyentuhkan pada debu atau tanah

Najis yang termasuk dalam kategori ini adalah najis yang ada di bagian bawah sepatu atau alas kaki, serta di bagian bawah pakaian yang terkena tanah. Sabda Rasulullah, “Jika salah seorang dari kalian datang ke masjid maka perhatikanlah kedua sandalnya, jika ia melihat ada najis atau kotoran maka sentuhkanlah (ke tanah) lalu salatlah dengan keduanya.” (HR. Abu Daud)

Di hadis yang lain juga disebutkan, “Aku bertanya kepada Ummu Salamah: saya ini wanita yang panjang gaunnya dan saya biasa berjalan di tempat yang kotor. Ummu Salamah berkata: Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: Tanah yang setelahnya sudah membersihkannya.” (HR. Tirmidzi)

3. Najis mutawasithah

Najis mutawasithah atau najis pertengahan adalah jenis najis yang memiliki sifat antara najis mughallazhah dan najis mukhaffafah. Artinya, najis mutawasithah terlihat atau tercium, tetapi tidak menyebabkan sakit atau merugikan kesehatan.

Contoh dari najis mutawasithah adalah urine atau air seni. Walaupun urine memiliki warna dan bau yang jelas, namun tidak menyebabkan sakit atau merugikan kesehatan, sehingga termasuk dalam kategori najis mutawasithah. Selain itu, kotoran manusia (feces), bangkai, darah haid juga termasuk ke dalam najis mutawasithah.

Cara membersihkannya yaitu dengan menghilangkan semua najisnya hingga tidak tersisa warna, bau dan rasanya. Bisa dengan menyiramnya, atau membasuhnya, atau mencucinya, atau menyikatnya, atau menggunakan sabun, atau menggunakan alat-alat kebersihan.

Aturan dalam agama Islam menyatakan bahwa benda atau permukaan yang terkena najis mutawasithah harus segera dibersihkan dengan air dan sabun agar terhindar dari kontaminasi atau penularan. Selain itu, dalam beribadah, seperti salat atau berwudhu, perlu memastikan kebersihan tubuh dan pakaian dari najis mutawasithah.

Setelah membersihkan najis mutawasithah, pastikan untuk memastikan bahwa bagian tubuh atau permukaan benda tersebut sudah benar-benar bersih dan tidak ada najis yang tersisa. Hal ini penting untuk menjaga kebersihan dan kesucian dalam agama Islam. Selain itu, perlu juga memperhatikan aturan dalam agama Islam dalam menjaga kebersihan dan kesucian dari najis mutawasithah dalam beribadah, seperti salat atau berwudhu.