Kiat-Kiat untuk Mencapai Qana’ah: Menemukan Kepuasan Hati dalam Kehidupan

Amalan ibadah yang dilakukan dengan ikhlas dan tulus dari dalam hati yang bersih dapat menjadi sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah.

Ibadah yang dilakukan dengan kesadaran penuh akan tujuan yang sebenarnya, yakni mencari keridhaan Allah, akan membawa berkah dan keberkahan dalam kehidupan kita.

Ibnul Qayyim berkata,

ﺃﻥ ﺍﻟﻌﺒﺪ ﺇﻧﻤﺎ ﻳﻘﻄﻊ ﻣﻨﺎﺯﻝ ﺍﻟﺴﻴﺮ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﺑﻘﻠﺒﻪ ﻭﻫﻤﺘﻪ ، ﻻ ﺑﺒﺪﻧﻪ ، ﻭﺍﻟﺘﻘﻮﻯ ﻓﻲ ﺍﻟﺤﻘﻴﻘﺔ ؛ ﺗﻘﻮﻯ ﺍﻟﻘﻠﻮﺏ ﻻ ﺗﻘﻮﻯ ﺍﻟﺠﻮﺍﺭﺡ

“Sesungguhnya hamba hanya mampu melalui berbagai tahapan menuju ridla Allah dengan hati dan tekad yang kuat, bukan dengan amalan lahiriah semata. Ketakwaan yang hakiki adalah ketakwaan yang bersumber dari dalam hati, bukan ketakwaan yang hanya berpaku pada amalan lahiriah” (Madaarij as-Saalikiin).

Memahami Konsep Qanaah

Qanaah adalah istilah yang digunakan dalam Islam untuk menggambarkan sikap puas dan bersyukur atas apa yang telah diberikan oleh Allah, baik dalam hal harta, rezeki, maupun keadaan hidup secara keseluruhan.

Konsep qanaah mengajarkan umat Muslim untuk mencapai kepuasan batin dan ketenangan dengan menghargai apa yang telah dimiliki, tanpa terus-menerus mengejar keinginan yang tidak terbatas.

Dalam Islam, qanaah dipandang sebagai salah satu sifat yang sangat dihargai dan dianjurkan. Rasulullah Muhammad SAW. memberikan banyak pengajaran dan contoh mengenai pentingnya qanaah dalam kehidupan sehari-hari.

Rosululloh ṣallallāhu ‘alayhi wa sallam bersabda:

Sungguh sangat beruntung seorang yang masuk Islam, kemudian mendapatkan rezeki yang secukupnya dan Alloh menganugerahkan kepadanya sifat qana’ah (merasa cukup dan puas) dengan rezki yang Alloh berikan kepadanya”  (HR. Muslim).

Memahami konsep qanaah berarti mengenali bahwa kepuasan sejati tidak hanya terletak pada jumlah harta atau materi yang dimiliki, tetapi pada keadaan hati yang senang dan tenang dengan apa yang telah diberikan oleh Allah.

Qanaah bukan berarti keengganan untuk berusaha lebih baik atau mencapai kesuksesan, melainkan menghargai apa yang telah ada tanpa terjebak dalam perangkap keserakahan dan ketamakan.

Dalam konteks qanaah, rasa syukur memainkan peran penting. Seseorang yang memiliki sikap qanaah akan senantiasa bersyukur atas nikmat dan karunia Allah yang telah diberikan kepadanya. Mereka menyadari bahwa segala yang dimiliki, baik yang besar maupun yang kecil, merupakan anugerah dari Allah yang patut disyukuri.

Selain itu, qanaah juga berarti memahami bahwa kekayaan sejati bukan hanya berupa harta benda, tetapi juga meliputi kekayaan spiritual, kesehatan, hubungan yang harmonis, dan berkah dari Allah dalam berbagai aspek kehidupan.

Seorang Muslim yang memahami konsep qanaah akan belajar untuk melihat kekayaan dalam segala hal yang dimilikinya dan tidak terjebak dalam siklus keinginan yang tidak terpuaskan.

Dengan memahami konsep qanaah, seseorang dapat mengubah perspektif hidupnya. Mereka akan menghargai apa yang telah diberikan oleh Allah dan mengurangi hasrat terus-menerus untuk memperoleh lebih banyak.

Sikap qanaah membantu seseorang untuk mencapai kepuasan batin, menikmati kehidupan dengan apa yang telah ada, dan hidup dalam kerangka nilai-nilai Islam yang menghargai kesederhanaan dan bersyukur.

Manfaat Qana’ah

Ketika menyatakan bahwa seseorang yang memiliki sifat qana’ah akan meraih keberuntungan, pasti terdapat hasil atau manfaat yang dapat diperoleh dari sifat qana’ah tersebut yang akan menginspirasi kita untuk berperilaku dengan sikap yang sama.

Beberapa manfaat dari sifat qana’ah antara lain:

Meningkatkan Kepuasan Hidup

Qana’ah membantu individu untuk merasa puas dan bahagia dengan apa yang telah diberikan oleh Allah. Mereka tidak terus-menerus mengejar keinginan yang tidak terbatas, melainkan mensyukuri nikmat dan rezeki yang sudah ada. Dengan demikian, qana’ah meningkatkan kepuasan hidup secara keseluruhan.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

كن ورعًا تكن أعبد الناس، وكن قنعًا تكن أشكر الناس

Jadilah seorang yang wara’, niscaya engkau menjadi manusia yang paling baik dalam beribadah. Dan jadilah seorang yang qana’ah, niscaya engkau menjadi manusia yang paling bersyukur” (Shahih. HR. Ibnu Majah).

Menguatkan Iman dan Ketaqwaan

Dalam mengamalkan qana’ah, individu akan melatih dirinya untuk bersyukur kepada Allah dan mengandalkan-Nya. Hal ini menguatkan iman dan ketaqwaan seseorang, karena mereka sadar bahwa segala yang dimiliki berasal dari Allah dan mereka senantiasa bergantung pada-Nya.

Menghindari Ketergantungan pada Dunia Material

Qana’ah membantu seseorang untuk tidak terperangkap dalam perburuan kekayaan material semata. Dengan memahami bahwa kebahagiaan sejati tidak hanya tergantung pada harta benda, individu tidak akan tergoda untuk terus menerus mengejar keinginan duniawi yang tidak ada habisnya. Mereka akan lebih fokus pada pencapaian kebahagiaan spiritual dan ketaatan kepada Allah.

Mengurangi Persaingan dan Kecemburuan

Dalam lingkungan sosial yang serba kompetitif, sikap qana’ah mengurangi persaingan dan kecemburuan antarindividu.

Dengan menghargai apa yang telah diberikan oleh Allah kepada mereka dan bersyukur dengan rezeki yang dimiliki, individu akan merasa puas dengan apa yang mereka peroleh. Hal ini menghindarkan mereka dari rasa iri dan kecemburuan terhadap orang lain.

Meningkatkan Kesejahteraan Emosional dan Mental

Qana’ah membantu individu untuk mengembangkan stabilitas emosional dan kestabilan mental. Dengan menerima keadaan dan nikmat yang Allah berikan, individu tidak akan terjebak dalam perasaan tidak puas atau stres yang disebabkan oleh keinginan yang tidak terbatas. Mereka akan merasa lebih damai, tenang, dan bersyukur dalam menjalani hidup.

Menjaga dari perbuatan dosa

Ahli hikmah mengatakan,

وجدت أطول الناس غمًّا الحسود، وأهنأهم عيشًا القنوع

“Saya menjumpai bahwa orang yang paling banyak berduka adalah mereka yang ditimpa penyakit dengki. Dan yang paling tenang kehidupannya adalah mereka yang dianugerahi sifat qana’ah” (Ihya ‘Uluum ad-Diin).

Kepuasan diri akan melindungi pemiliknya dari berbagai sifat yang tidak terpuji dan tindakan dosa. Salah satu sifat yang tidak terpuji yang bertentangan dengan kepuasan diri adalah iri hati atau dengki.

Seringkali, seseorang melakukan tindakan dosa seperti menggosip (ghibah), menyulut pertengkaran (namimah), berbohong, atau bahkan berkhianat dan tidak dapat dipercaya dalam urusan harta, seperti korupsi misalnya, karena adanya rasa iri hati.

Sebaliknya, seseorang yang memiliki kepuasan diri, dengan sifat kepuasan diri yang dimilikinya, akan mencari rejeki dengan cara yang halal, bukan dengan cara yang haram.

Semua tindakan yang tidak terpuji di atas dilakukan karena motivasi duniawi, ingin memiliki lebih banyak harta, merasa tidak puas dengan rezeki yang diperoleh.

Jika seseorang memiliki kepuasan diri, pasti dia akan terhindar dari berbagai dosa besar tersebut, hatinya tidak akan dipenuhi oleh rasa dengki terhadap rezeki yang Allah tetapkan bagi saudaranya, karena dia sudah merasa ridha dengan apa yang dimilikinya.

Dengan mengamalkan qana’ah, individu akan mencapai kepuasan batin dan hidup dengan penuh kesyukuran terhadap karunia Allah. Qana’ah membawa manfaat yang besar dalam memperbaiki kualitas hidup secara keseluruhan, baik dalam hubungan dengan Allah, diri sendiri, maupun dengan sesama.

Kiat-kiat Agar Bisa Qana’ah

Agar bisa mendapatkan sifat qana’ah, kita dapat mengikuti beberapa langkah berikut ini:

Kesabaran dan tawakkal

Rejeki merupakan salah satu anugerah yang ditentukan oleh Allah bagi setiap hamba-Nya, bahkan sebelum lahir ke dunia dan saat masih berada di rahim ibunya.

Sejak awalnya, segala sesuatu yang terkait dengan hamba-Nya telah ditentukan oleh-Nya. Jika kita benar-benar memahami konsep ini, maka kegelisahan tentang rejeki seharusnya tidak perlu terjadi.

Oleh karena itu, keyakinan pada takdir Allah menjadi landasan yang dapat memunculkan sifat qana’ah, yang disertai dengan memperkuat sifat kesabaran dan tawakkal.

Ketika sifat qana’ah tidak ada dalam diri kita, itu berarti ada kekurangan dalam keyakinan kita terhadap takdir Allah, kesabaran kita masih kurang, begitu pula dengan rasa tawakkal.

Mentadabburi firman Allah ta’ala dan hadits nabi

Menelusuri kata-kata Allah ta’ala dan hadis nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, terutama berbagai ayat yang menjelaskan tentang rezeki dan upaya manusia dalam mencari nafkah, yang semuanya ditentukan oleh takdir Allah.

Allah berfirman menerangkan bahwa Dia telah menetapkan rezeki kepada para hamba-Nya,

وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ إِلَّا عَلَى اللَّهِ رِزْقُهَا وَيَعْلَمُ مُسْتَقَرَّهَا وَمُسْتَوْدَعَهَا كُلٌّ فِي كِتَابٍ مُبِينٍ

Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh)” (Huud: 6).

Sabda nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menyatakan bahwa seorang tidak akan diwafatkan kecuali setelah Allah menyempurnakan jatah rezeki yang ditetapkan untuknya,

أيها الناس اتقوا الله و أجملوا في الطلب فإن نفسا لن تموت حتى تستوفي رزقها و إن أبطأ عنها فاتقوا الله و أجملوا في الطلب خذوا ما حل و دعوا ما حرم ‌

Wahai manusia bertakwalah kalian kepada Allah dan carilah rezeki dengan cara yang baik, sesungguhnya seorang itu tidak akan mati sehingga lengkap jatah rezekinya. Jika rezeki itu terasa lambat datangnya, maka bertakwalah kepada Allah dan carilah dengan cara yang, ambillah yang halal dan tinggalkanlah yang haram” (Shahih. HR. Al Baihaqi).

Memahami hikmah Allah menciptakan perbedaan rezeki dan kedudukan di antara hamba

أَهُمْ يَقْسِمُونَ رَحْمَةَ رَبِّكَ نَحْنُ قَسَمْنَا بَيْنَهُمْ مَعِيشَتَهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَرَفَعْنَا بَعْضَهُمْ فَوْقَ بَعْضٍ دَرَجَاتٍ لِيَتَّخِذَ بَعْضُهُمْ بَعْضًا سُخْرِيًّا وَرَحْمَةُ رَبِّكَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ

Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan” (az-Zukhruf: 32).

Salah satu hikmah timbulnya perbedaan rezeki sehingga ada yang kaya dan yang miskin adalah agar kehidupan di bumi bisa berlangsung, terjadi hubungan timbal-balik di mana kedua pihak saling mengambil manfaat, yang kaya memberikan manfaat kepada yang miskin dengan harta, sedangkan yang miskin memberikan bantuan tenaga kepada yang kaya, sehingga keduanya menjadi sebab kelangsungan hidup bagi yang lain (Tafsir al-Baghawi).

هُوَ الَّذِي جَعَلَكُمْ خَلَائِفَ الْأَرْضِ وَرَفَعَ بَعْضَكُمْ فَوْقَ بَعْضٍ دَرَجَاتٍ لِيَبْلُوَكُمْ فِي مَا آَتَاكُمْ

“Dan Dialah yang menjaadikan kamu khalifah (penguasa-penguasa yang saling menggantikan) di bumi dan Dia meninggikan sebagian kamu atas sebagian yang lain beberapa derajat untuk mengujimu terkait apa yang diberikannya kepada kamu” (QS Al-An’am: 165).

Melihat kondisi mereka yang di bawah kita

Dalam kehidupan ini, pasti akan kita temui orang-orang yang berada dalam kondisi ekonomi yang lebih rendah dari kita. Jika kita mengalami kesulitan atau musibah, di luar sana ada orang-orang yang dihadapkan pada cobaan yang jauh lebih berat daripada yang kita alami.

Jika kita merasa miskin, tentu ada orang-orang yang jauh lebih miskin daripada kita. Oleh karena itu, mengapa kita hanya memperhatikan diri sendiri dan melihat kehidupan mereka yang diberikan berkah tanpa memperhatikan mereka yang berada di posisi yang lebih rendah?

Seringkali kita memperhatikan orang-orang yang diberkahi dengan kekayaan dan kedudukan, padahal mereka mungkin tidak memiliki keterampilan, kecerdasan, atau perilaku yang sebanding dengan kita.

Mengapa kita tidak pernah mengingat bahwa ada begitu banyak orang yang memiliki potensi dan keunggulan yang sama seperti kita, bahkan mungkin lebih, namun mereka tidak diberikan kesempatan untuk meraih setengah dari rezeki yang Allah berikan kepada kita?

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan,

إذا رأى أحدكم مَنْ فوقه في المال والحسب فلينظر إلى من هو دونه في المال والحسب

“Jika engkau melihat seorang yang memiliki harta dan kedudukan yang melebihimu, maka lihatlah orang yang berada di bawahmu” (Shahih. HR. Ibnu Hibban).

Beliau juga mengatakan,

انظروا إلى من أسفل منكم ولا تنظروا إلى من هو فوقكم؛ فهو أجدر أن لا تزدروا نعمة الله

Perhatikanlah mereka yang kondisi ekonominya berada di bawahmu dan janganlah engkau perhatikan mereka yang kondisi ekonominya berada di atasmu. Niscaya hal itu akan membuat dirimu tidak meremehkan nikmat Allah yang diberikan kepadamu” (Shahih. HR. Bukhari dan Muslim).

 

Berdo’a

Berdoa untuk memohon agar diberikan sifat qana’ah yang berharga. Nabi telah menunjukkan teladan ini dalam praktiknya, dengan hidup sederhana beliau tidak pernah mengeluh.

Bahkan, beliau selalu berdoa kepada Allah agar rezeki beliau dan keluarganya hanya cukup untuk menghilangkan rasa lapar. Hal ini menunjukkan betapa qana’ah yang mendalam dalam diri beliau. Kita dapat mengambil contoh darinya dan memohon agar Allah mengaruniakan kita sifat qana’ah yang sama.

Salah satu do’a yang diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbad radliallahu ‘anhuma adalah do’a berikut,

اللَّهُمَ قَنِّعْنِي بِمَا رَزَقْتَنِي، وَبَارِكْ لي فِيهِ، وَاخْلُفْ عَلَيَّ كُلَّ غَائِبَةٍ لِي بِخَيْرٍ

Ya Allah, jadikanlah aku orang yang qana’ah terhadap rezeki yang Engkau beri, dan berkahilah, serta gantilah apa yang luput dariku dengan sesuatu yang lebih baik” (HR. Bukhari dalam al-Adab al-Mufrad).

Dengan memahami inti permasalahan ini, kita akan lebih mudah menyesuaikan diri untuk mengadopsi sikap qana’ah terhadap segala karunia yang diberikan oleh Allah.

Semoga penjelasan yang telah diuraikan di atas dapat memberikan manfaat bagi penulis dan pembaca agar dapat membangun sifat qana’ah dalam kehidupan ini.