Cara Membayar Zakat Penghasilan

Zakat penghasilan yang dikenal juga dengan zakat profesi atau zakat pendapatan merupakan bagian dari zakat mal yang dikenakan pada pendapatan/penghasilan rutin dari pekerjaan yang tidak melanggar syariah.

Menurut penjelasan Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), penghasilan yang dikenai zakat meliputi:

  • Semua pendapatan seperti gaji, honorarium, upah, jasa, dan lainnya
  • Diperoleh dengan cara halal, baik yang rutin seperti pejabat negara, pegawai, karyawan, maupun yang tidak rutin seperti dokter, pengacara, konsultan, dan sejenisnya
  • Serta pendapatan yang diperoleh dari pekerjaan bebas lainnya.

Nishab dan Kadar Zakat Penghasilan

Zakat penghasilan dikeluarkan dari harta yang dimiliki pada saat pendapatan/penghasilan diterima oleh seseorang yang sudah dikatakan wajib zakat. Seseorang dikatakan wajib zakat penghasilan apabila penghasilannya telah mencapai nishab zakat pendapatan sebesar 85 gram emas per tahun. Hal ini terdapat dalam SK BAZNAS Nomor 01 Tahun 2023 Tentang Nisab Zakat Pendapatan dan Jasa, yang menyebutkan bahwa;

Nishab zakat pendapatan/penghasilan pada tahun 2023 adalah senilai 85 gram emas atau setara dengan Rp 81.945.667,- (Delapan puluh satu juta sembilan ratus empat puluh lima ribu enam ratus enam puluh tujuh rupiah) per tahun atau Rp 6.828.806,- (Enam juta delapan ratus dua puluh delapan ribu delapan ratus enam rupiah) per bulan.

Dalam praktiknya, zakat penghasilan bisa ditunaikan setiap bulan dengan nilai nishab per bulan setara dengan nilai seperduabelas dari 85 gram emas dan kadar 2,5%. Jadi apabila penghasilan setiap bulan telah melebihi nilai nishab bulanan, maka wajib dikeluarkan zakatnya sebesar 2,5% dari penghasilan tersebut.

Ada banyak jenis profesi yang pembayarannya rutin maupun tidak. Ada pula penghasilan yang jumlahnya sama maupun tidak dalam setiap bulan. Jika penghasilan dalam satu bulan tidak mencapai nishab, maka hasil pendapatan selama 1 tahun dikumpulkan atau dihitung, kemudian zakat ditunaikan jika penghasilan bersihnya sudah cukup nishab.

Nishab Zakat Penghasilan 85 gram emas
Kadar Zakat Penghasilan 2,5%
Haul 1 tahun

Cara Menghitung Zakat Penghasilan

2,5% x Jumlah penghasilan dalam 1 bulan

Contoh:

Jika harga emas hari ini sebesar Rp964.066/gram, maka nishab zakat penghasilan dalam satu tahun adalah Rp 81.945.667,-. Kemudian, apabila penghasilanmu sebesar Rp10 juta/bulan, atau Rp120 juta dalam satu tahun, artinya penghasilan tersebut sudah wajib zakat. Maka, zakatnya adalah Rp250 ribu/ bulan.

Selanjutnya, akan dibahas mengenai zakat mal dari berbagai harta kekayaan.

Nishab, Kadar, dan Cara Mengeluarkan Zakat Mal

Zakat mal wajib dibayar oleh orang yang memenuhi persyaratan tertentu. Syarat tersebut adalah:

  • Islam
  • Merdeka
  • Berakal dan baligh
  • Memiliki nishab

Adapun syarat-syarat nishab yaitu:

  • Harta tersebut berada di luar kebutuhan yang harus dipenuhi seseorang, seperti makanan, pakaian, tempat tinggal, kendaraan, dan alat yang dipergunakan untuk mata pencaharian.
  • Harta yang akan dizakati telah berjalan selama satu tahun (haul) terhitung dari hari kepemilikan nishab dengan dalil hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Pengecualian untuk zakat pertanian dan buah-buahan, diambil ketika panen. Demikian juga zakat harta karun (rikaz) yang diambil ketika menemukannya.

Misalnya, jika seorang muslim memiliki 35 ekor kambing, maka ia tidak diwajibkan zakat karena nishab bagi kambing itu 40 ekor. Kemudian jika kambing-kambing tersebut berkembang biak sehingga mencapai 40 ekor, maka kita mulai menghitung satu tahun setelah sempurna nishab tersebut.

Selengkapnya, simak rincian cara menghitung zakat mal di bawah ini.

1. Nishab Emas

Nishab emas adalah 20 dinar. Satuan dinar yang dimaksud yaitu dinar Islam.

1 dinar = 4,25 gr emas
Jadi, 20 dinar = 85gr emas murni.

Hal ini sesuai sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Tidak ada kewajiban atas kamu sesuatupun – yaitu dalam emas – sampai memiliki 20 dinar. Jika telah memiliki 20 dinar dan telah berlalu satu haul, maka terdapat padanya zakat ½ dinar. Selebihnya dihitung sesuai dengan hal itu, dan tidak ada zakat pada harta, kecuali setelah satu haul.” (HR. Abu Daud, Tirmidzi)

Dari nishab tersebut, diambil 2,5% atau 1/40. Apabila lebih dari nishab dan belum sampai pada ukuran kelipatannya, maka diambil dan diikutkan dengan nishab awal. Demikian menurut pendapat yang paling kuat.

Contoh:
Seseorang memiliki 87 gr emas. Maka, jika telah sampai haulnya (satu tahun), ia wajib mengeluarkan zakat emas sebesar 1/40 x 87gr = 2,175 gr atau uang seharga tersebut.

2. Nishab Perak

Nishab perak adalah 200 dirham. Ini setara dengan 595 gr perak, sebagaimana hitungan Syaikh Muhammad Shalih Al Utsaimin dalam Syarhul Mumti’ 6/104. Adapun zakatnya yaitu 2,5% dengan perhitungan sama seperti emas.

3. Nishab Binatang Ternak

Sama seperti yang telah disebutkan sebelumnya, syarat wajib zakat binatang ternak yaitu berada di luar kebutuhan dan sudah mencapai haul (satu tahun). Hanya saja, syaratnya ditambah satu lagi, yaitu binatang ternak tersebut lebih sering digembalakan di padang rumput yang mubah daripada dicarikan makanan.

“Dan dalam zakat kambing yang digembalakan di luar, kalau sampai 40 ekor sampai 120 ekor…” (HR. Bukhari)

Sedangkan ukuran nishab dan yang dikeluarkan zakatnya adalah sebagai berikut:

Unta
Nishab unta adalah 5 ekor.
Karena di Indonesia tidak ada yang memiliki ternak unta, maka nishab unta tidak bisa dijabarkan lebih rinci.

Sapi
Nishab sapi adalah 30 ekor. Apabila kurang dari 30 ekor, maka tidak ada zakatnya. Cara perhitungannya adalah sebagai berikut:

Jumlah Sapi Jumlah yang dikeluarkan
30-39 ekor 1 ekor tabi’ atau tabi’ah
40-59 ekor 1 ekor musinah
60 ekor 2 ekor tabi’ atau 2 ekor tabi’ah
70 ekor 1 ekor tabi’ dan 1 ekor musinnah
80 ekor 2 ekor musinnah
90 ekor 3 ekor tabi’
100 ekor 2 ekor tabi’ dan 1 ekor musinnah

Keterangan:

  1. Tabi’ dan tabi’ah adalah sapi jantan dan betina yang berusia satu tahun.
  2. Musinnah adalah sapi betina yang berusia 2 tahun.
  3. Setiap 30 ekor sapi, zakatnya adalah 1 ekor tabi’ dan setiap 40 ekor sapi, zakatnya adalah 1 ekor musinnah.

Kambing
Nishab kambing adalah 40 ekor. Cara menghitungnya yaitu:

Jumlah Kambing Jumlah yang dikeluarkan
40 ekor 1 ekor kambing
120 ekor 2 ekor kambing
201 – 300 ekor 3 ekor kambing
> 300 ekor setiap 100, 1 ekor kambing

4. Nishab Hasil Pertanian

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon korma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya), dan tidak sama (rasanya). Makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan dikeluarkan zakatnya); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (Qs. Al-An’am: 141)

Adapun nishab hasil pertanian yaitu 5 wasaq, berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Zakat itu tidak ada yang kurang dari 5 wasaq.” (Muttafaqun ‘alaihi)

Satu wasaq setara dengan 60 sha’ (menurut kesepakatan ulama). Adapun 1 sha’ setara dengan 2,175 kg atau 3 kg. Demikian menurut takaran Lajnah Daimah li Al Fatwa wa Al Buhuts Al Islamiyah (Komite Tetap Fatwa dan Penelitian Islam Saudi Arabia).

Berdasarkan fatwa dan ketentuan resmi yang berlaku di Saudi Arabia, maka nishab zakat hasil pertanian adalah 300 sha’ x 3 kg = 900 kg. Jika pertanian itu didapatkan dengan cara pengairan (atau menggunakan alat penyiram tanaman), maka zakatnya sebanyak 1/20 (5%). Dan jika pertanian itu diairi dengan hujan (tadah hujan), maka zakatnya sebanyak 1/10 (10%).

Ketentuan tersebut berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Pada yang disirami oleh sungai dan hujan, maka sepersepuluh (1/10); dan yang disirami dengan pengairan (irigasi), maka seperduapuluh (1/20).” (HR. Muslim 2/673)

Contoh: Seorang petani menuai hasil panennya sebanyak 1000 kg. Maka zakat yang wajib ia bayar bila menggunakan pengairan (alat siram tanaman) adalah 1000 x 1/20 = 50 kg. Jika menggunakan tadah hujan, sebanyak 1000 x 1/10 = 100 kg.

5. Nishab Barang Dagangan

Cara menghitung zakat barang dagangan masih menjadi perselihisan di antara para ulama. Menurut pendapat yang mewajibkan zakat perdagangan, nishab dan ukuran zakatnya sama dengan nishab dan ukuran zakat emas.

Adapun syarat-syarat mengeluarkan zakat perdagangan sama dengan syarat-syarat yang ada pada zakat yang lain dan ditambah dengan 3 syarat lainnya, yaitu:

  1. Memilikinya dengan tidak dipaksa, seperti dengan membeli, menerima hadiah, dan yang sejenisnya.
  2. Memilikinya dengan niat untuk perdagangan.
  3. Nilainya telah sampai nishab.

Seorang pedagang harus menghitung jumlah nilai barang dagangan dengan harga asli (beli), lalu digabungkan dengan keuntungan bersih setelah dipotong hutang.

Contoh: Seorang pedagang menjumlah barang dagangannya pada akhir tahun dengan jumlah total sebesar Rp200 juta dan laba bersih sebesar Rp50 juta. Sementara itu, ia memiliki hutang sebanyak Rp100 juta. Maka perhitungannya sebagai berikut:

Modal – Hutang:
Rp. 200.000.000 – Rp. 100.000.000 = Rp. 100.000.000
Jadi jumlah harta zakat adalah:
Rp. 100.000.000 + Rp. 50.000.000 = Rp. 150.000.000
Zakat yang harus dibayarkan:
Rp. 150.000.000 x 2,5 % = Rp. 3.750.000

6. Nishab Harta Karun

Harta karun yang ditemukan, wajib dizakati secara langsung tanpa syarat nishab dan haul. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Dalam harta temuan terdapat seperlima (1/5) zakatnya.” (HR. Muttafaqun alaihi)

Perbedaan Ulama dalam Cara Menghitung Nishab

Dalam menghitung nishab terjadi perbedaan pendapat di kalangan para ulama. Perbedaannya terletak pada masalah, apakah yang dilihat nishab selama setahun ataukah hanya dilihat pada awal dan akhir tahun saja?

Imam Nawawi berkata, “Menurut mazhab kami (Syafi’i), mazhab Malik, Ahmad, dan jumhur, adalah disyaratkan pada harta yang wajib dikeluarkan zakatnya – dan (dalam mengeluarkan zakatnya) berpedoman pada hitungan haul, seperti: emas, perak, dan binatang ternak- keberadaan nishab pada semua haul (selama setahun). Sehingga, kalau nishab tersebut berkurang pada satu ketika dari haul, maka terputuslah hitungan haul. Dan kalau sempurna lagi setelah itu, maka dimulai perhitungannya lagi, ketika sempurna nishab tersebut.” (Dinukil dari Sayyid Sabiq dari ucapannya dalam Fiqh as-Sunnah 1/468).

Pendapata tersebut merupakan yang paling kuat. Jadi misalnya nishab tercapai pada bulan Muharram 1423 H, lalu bulan Rajab pada tahun itu ternyata hartanya berkurang dari nishab-nya, maka terhapuslah perhitungan nishab-nya. Jika selanjutnya pada bulan Ramadan (tahun itu juga) hartanya bertambah hingga mencapai nishab, maka dimulai lagi perhitungan pertama dari bulan Ramadan tersebut. Demikian seterusnya sampai mencapai satu tahun sempurna, lalu dikeluarkannya zakatnya.