Hukum Gadai dalam Islam: Definisi, Unsur, Rukun, Beserta Syarat Sahnya

Hukum Gadai dalam Islam- Islam sebagai agama rahmatan lil ‘alamin telah mengatur segala aspek kehidupan secara komprehensif. Mulai dari hal kecil hingga hal besar. Dari mulai bangun tidur hingga tidur kembali. Semua sudah memiliki aturan tertentu.

Aturan mengenai hubungan antar dua orang yang bertransaksi jual beli pun telah diatur dengan jelas. Begitupun jenis muamalah lainnya seperti gadai atau menjadikan barang sebagai jaminan saat berhutang kepada seseorang.

Dalam syariat Islam, gadai disebut juga ar-rahn. Hukum gadai dalam Islam sudah sangat jelas dan gamblang sehingga umat Muslim dapat menerapkan gadai dalam bermuamalah. Tentu saja dengan menurut pada rukun dan syarat dalam gadai tersebut.

Artikel berikut akan membahas hukum gadai dalam Islam, mulai dari definisi gadai, rukun gadai, unsur, serta syarat yang menjadikan sah saat dilakukan. Selamat membaca.

Definisi Kata Gadai

Hukum Gadai dalam Islam
pegadaiansyariah.co.id

Gadai atau dalam bahasa Arab ar-rahn secara bahasa ialah ats-tsubût wa ad-dawâm (tetap dan langgeng) atau bisa juga bermakna Al ihtibas wa Al luzum (tertahan dan keharusan).

Sedangkan menurut syar’i, ar-rahn atau gadai adalah harta yang dijadikan sebagai jaminan utang (pinjaman) agar bisa dibayar dengan harganya oleh pihak yang wajib membayarnya, jika dikemudian hari ia gagal atau berhalangan dalam melunasinya.

Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin rahimahullah menjelaskan bahwa gadai ialah harta benda yang dijadikan sebagai jaminan (agunan) utang agar dapat dilunasi semuanya ataupun sebagian dengan harganya atau dengan sebagian dari nilai barang gadainya tersebut.

Misalnya, jika seseorang mempunyai hutang kepada Anda senilai Rp 1 juta. Lalu, ia memberikan sebuah barang yang nilainya sebesar Rp 2 juta sebagai jaminan utangnya.

Maka, jika di kemudian hari ia tak mampu melunasi utangnya maka nilai barang tersebut dapat dilunasi dengan menjual barang agunan/jaminan tersebut.

Contoh lain ialah jika ada seseorang yang memiliki hutang kepada Anda senilai Rp 10 juta. Kemudian, ia memberikan kepada Anda suatu barang yang nilain Rp 500 ribu sebagai agunannya.

Dalam contoh yang kedua, sebagian hutang dapat dilunasi dengan nilai barang agunan tersebut.

Dari dua contoh di atas, baik nilai suatu barang gadaian tersebut lebih besar maupun lebih kecil dari jumlah utang, hukumnya tetaplah sama yakni diperbolehkan.

Landasan Hukum Gadai dalam Islam

Hukum Gadai dalam Islam
aboutislam.net

Kegiatan gadai diperbolehkan dalam syariat Islam baik dalam keadaan safar ataupun mukim. Hal tersebut berdasarkan pada dalil Al Qur’an, Hadits, Ijma’ para ulama yakni sebagai berikut:

a. Al Quran

“Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu’amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, Maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang).” (QS. Al Baqarah: 283)

Ayat tersebut secara eksplisit menyebutkan bahwa “barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Dalam dunia finansial, barang tanggungan umum dikenal sebagai jaminan, agunan, atau juga objek pegadaian.

b. Al Hadits

Aisyah ra berkata: “Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah membeli makanan dari orang Yahudi dengan tempo (kredit) dan beliau menggadaikan kepadanya baju besi.” (HR Bukhari II/729 (no.1962) dalam kitab Al Buyu’, dan Muslim III/1226 (no. 1603) dalam kitab Al Musaqat)

Anas ra berkata: “Sesungguhnya Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah menggadaikan baju besinya di Madinah kepada orang Yahudi, sementara Beliau mengambil gandum dari orang tersebut untuk memenuhi kebutuhan keluarga Beliau.” (HR. Bukhari II/729 (no. 1963) dalam kitab Al Buyu’)

c. Ijma’

Mengenai hukum gadai dalam Islam, para ulama telah bersepakat memperbolehkan gadai atau ar-rahn. Meskipun begitu sebagian dari merka masih terdapat perbedaan pendapat dalam keadaan safar. Namun begitu, pendapat yang lebih kuat ialah boleh melakukan gadai dalam kedua keadaan itu.

Sebab, berdasarkan hadits riwayat Aisyah Anas radhiyallahu ‘anhuma di atas telah jelas menunjukkan bahwa Nabi SAW pernah melakukan gadai di kota Madinah sedangkan beliau dalam keadaan tidak safar, tapi sedang mukim.

Unsur, Rukun, dan Syarat Gadai dalam Islam

Hukum Gadai dalam Islam
blueprintonsite.com

a. Unsur Gadai (ar-rahn)

Dalam prakteknya, gadai secara syariah memiliki empat unsur yakni:
1. Ar-Rahin, yakni orang yang menggadaikan barangnya atau yang meminjam uang dengan jaminan suatu barang.
2. Al Murtahin, yakni orang yang menerima barang yang digadaikan atau yang meminjamkan uangnya.
3. Al Marhun/ Ar-Rahn, yakni barang yang digadaikan atau dipinjamkan
4. Al Marhun bihi, yakni uang yang dipinjamkan sebab ada barang yang digadaikan.

b. Rukun Gadai (ar-rahn)

Sedangkan rukun dalam gadai (Ar-rahn) ada tiga, yakni:

  1. Shighat (ijab dan qabul).
  2. Al ‘aqidan (dua pihak yang melakukan akad ar-rahn), yaitu pihak yang menggadaikan (ar-râhin) dan pihak yang menerima gadai (Al murtahin).
  3. Al ma’qud ‘alaih (yang menjadi objek akad), yaitu barang yang digadaikan (Al marhun) dan utang (Al marhun bih).

Selain tiga rukun di atas, ada ketentuan tambahan yang disebut sebagai syarat, yaitu harus ada qabdh (serah terima).

Jika semua ketentuan tadi sudah terpenuhi sesuai dengan syariah dan dilakukan oleh orang yang layak melakukan tasharruf (tindakan), maka akad gadai tersebut sah.

c. Syarat Gadai (ar-rahn)

Akad gadai memiliki beberapa syarat sah dalam prakteknya yakni sebagai berikut:

Pertama, syarat yang berhubungan dengan pihak yang bermuamalah, syaratnya ialah orang tersebut harus kompeten beraktivitas, yakni:

  1. Baligh, berarti tak sah bergadai dengan anak kecil yang belum sampai balighnya.
  2. Berakal, berarti tak sah bergadai dengan orang gila atau orang yang tidur.
  3. Rusyd (kemampuan mengatur).

Kedua, syarat yang berhubungan Al marhun (barang gadai) ada tiga yakni:

  1. Barang gadai haruslah berupa barang berharga yang dapat menutupi nilai hutangnya, saat tak mampu melunasinya.
  2. Barang gadai tersebut haruslah milik orang yang manggadaikannya atau yang dizinkan baginya untuk dijadikan sebagai barang jaminan.
  3. Barang gadai tersebut harus diketahui ukuran, jenis serta sifatnya.

Ketiga, syarat berhubungan dengan Al marhun bihi (hutang) adalah hutang yang wajib atau yang akhirnya menjadi wajib.

Demikian artikel yang membahas tentang hukum gadai dalam Islam. Semoga kita dapat mempraktekkan ilmu yang kita dapat ini dalam kehidupan bermuamalah kita nanti. Semoga dengan artikel ini bisa menambah keimanan serta ketaqwaan kita kepada Allah SWT. Aamiin.

Beri Tanggapan