Penjelasan Mengenai Hukum Dropship Dalam Islam

HUKUM DROPSHIP – Dropship bagi sebagian penjual online sudah tidak asing lagi di dengar, karena sebagian ada para pembinsis online menggunakan sistem dropship. Lalgu bagai mana pandangan Islam terhadap dropship ini ? berikut ulasannya.

Dalam Islam ada yang namanya Jual Beli, dan memamg Isalam adalah agama yang sempurna, dimana semua diatur. Lalau bagaimanan hukum dropship dalam Islam ? Jawaban singkat dari pertanyaan ini adalah Boleh.

Alasan singkatnya, karena pada hukum jual beli, tidak ada larangan yang melarang seseorang menjual barang milik orang lain. Dan tidak ada juga keharusan mempunyai barang terlebih dahulu, baru boleh di jualkan kepada orang lainnya.

Dalam Islam, sistem dropship dei kenal dengan dua cara, cara- cara ini bisa dijadikan sebagai contoh untuk berjualan online. Karena saat ini berjualan online nyatanya lebih praktis dan mudah di bandingkan berjualan offline.

1. Dengan Cara Simsara

Apa yang dimaksud dengan cara simsara ? cara simsara dimana seseorang yang menjualkan barang bukan miliknya ( milik orang lain ) dan dia ( pemilik barang ) mendapaktan secara Cuma – Cuma atas jasa seseorang yang menjual barangnya.

Akad dengan cara ini merupakan akad yang halal dan akan ini sudah di sepakati oleh Ulama di seluruh Dunia. Ini sama saja seperti orang yang memiliki toko namun, biasanya yang menjaga toko tersebit adalah pesuruh ( bukan pemilik toko ).

Lalu bolehkan si penjaga toko ini menjual barang dagangan si pemilik toko, tentu saja boleh bukan. Hanya saja bedanya pada bayaran, orang yang menjaga toko mendapatkan upah atas kerjanya menjaga dan menjual barang yang ada pada toko tersebut.

Rasulluah SAW, pernah Bersabda :

لاَ تَبِعْ مَالَيْسَ عِنْدَكَ

Janganlah kamu menjual barang yang tidak kamu miliki (HR. Tirmizy, Ahmad, An-Nasai, Ibnu Majah, Abu Daud)
Yang dimaksud dengan hadits ini adalah menjual barang yang bukan miliknya, artinya jika seorang penjual menjual barang yang belum pasti keberadaanya. Seperti menjual ikan namun ikannya masih berada di laut.

Ulama juga menafsirkan bahwa yang di maksud hadits ini adalah, larangan seorang penjual menjual barang orang lain tanpa sepengetahuan dan seizin pemilik barang. Perbuatan ini bisa dikatagorikan sebagai pencurian.

Jadi kesimpulannya, tidak ada Dalin yang melarang atau mengharamkan menjual barang orang lain, dengan syarat si penjual mengizinkan dan tahu akan barang yang ingin dijual kembali.

2. Dengan Cara Akad Salam (Salaf)

Akad Salam
Sumber : http://www.tanteam.com/

 

Cara selanjutnya yang bisa digunakan oleh para pembisnis online adalah dengan cara jual beli salam, atau akad. Jual beli ini juga dikenal dengan jual beli salaf maksudnya adalah jual beli hutang atau cicilan (keredit), dimana barang sudah diberikan duluan namun pembayaran menyicil.

Seperti halnya, kita membeli motor secara kredit, jika kita membeli motor secara kredit karena tidak mampu untuk membayar secara lunas, maka motor yang kita beli bisa kita bawa pulang. Dan untuk pembayaran dalam waktu yang disepakati.

Namun dalan belanja onlinekan biasanya kita membayar terlebih dahulu lalu barang baru dikirim, pada intinya sama saja. Hukum untuk jual beli yang seperti ini di halalkan dan dipebolehkan, dan tampa sadar kita sudah pernah melakukannya.j

Seperti membeli tiket kereta api, tiket pesawat terbang ataupun tiket -tiket lainnya, biasanya kita membeli tikes sudah jauh – jauh hari apa lagi ketika mudik lebaran tiba. Dan tanpa kita sadari kita telah membeli jasa dan belum menggunakannya.

Dan masih banyak contoh lainnya, akad yang seperti ini sebenarnya sudah ada sejak masa Rasulullah SAW, dan akan yang seperti ini do bolehkan dan dihalalkan.

Hukum Dropship Dalam Islam

dropship menurut islam
Sumber : http://www.dropshipcommerce.com/

Jika yang dimaksudkan dropship adalah seperti dua cara diatas, maka pada kesimpulannya bahwa dropship adalah halal dan tidak melanggar ketentuan – ketentuan yang di syariatkan. Meskipun sekali lagi, kita sebagai seorang penjual belum memiliki barangnya, namun barangnya ada maka tidak mengapa.

Atau mungkin yang dimaksud kan juga reseler, dan tentu reseler tidak di haramkan. Karena riseler berarti kita menjadi pemasar barang yang kita jual. Kita di sini sebagai jasa marketing, jika ada kesepakatan dengan si pemilik barang maka kita akan mendapatkan upahnya.

Nah, jika kita menggunakan akad salam (salaf) seperti yang di terangkan di atas maka ada beberapa syakat dan ketentuan yang harus di penuhi. Untuk apa saja syarat dan ketentuannya, simak ulasan berikut ini.

Syarat Akad Salam Dalam Berniaga

hukum dropship dalam islam
Sumber : https://blog.angpao.id/

1. Spesifikasi Barangnya bukan Ain nya

Dalam akad salam ada persyaratan di mana penjual bukan menjual ain nya melainkan mejual barang dagangan dengan spesifikasi yang sudah di tentukan atau di sepakati. Untuk lebih jelasnya simak contoh berikut ini.

Ada seorang pedagang semen yang menjual 10 sak kantung semen kepada pembeli, dengan berat dan merek tertentu. Akad atau kesepakatan yang di sepakati adalah bayar uang terlebih dahulu, tapi barang baru di kirim atau di butuhkan 2 bulan setelah pembayaran.

Meskipun pada saat itu seorang pedagang ini mempunyai 10 sak kantung semen yang di maksud, namun bukan berarti pedagang tersebun tidak boleh menjual barang yang dimaksud. Asalkan si pedagang ini mempunyai stock yang sesuai ketika nanti dua bulan barang akan diserahkan.

2. Barang yang Jelas spesifikasinya

Selain itu dalam akan Salam juga barang yang di jual haruslah sesuai dengan spesifikasinya, artinya si penjual yang nantinya akan menjual dengan cara dropship harus memberi tahu ke pada calon pembeli dengan jujur kualitas barangnya.

Tidak boleh melebih lebihkan, dan sebaiknya sebelum menjual menggunakan cara dropship penjual ini harus mengetahui dan memahami dulu barang apa yang nantinya akan di jual. Jadi misalkan ada pembeli yang ingin menyanyakan tentang barang tersebut maka penjual dropship tidak kebingungan.

3. Barang Tidak Langsung Diserahkan

Salah satu syarat jual beli menggunakan akad salam adalah, barang yang di perjual belikan tidak diserahkan langsung. Jika barang yang di perjual belikan di serahkan secara langsung maka syarat hukum jual beli akad salam tidak tercapai.

Dalilnya adalah sabda Rasulullah SAW :

مَنْ أَسْلَفَ فِي تَمْرٍ فَلْيُسْلِفْ فِي كَيْلٍ مَعْلُومٍ وَوَزْنٍ مَعْلُومٍ إِلَى أَجَلٍ مَعْلُومٍ – مُتَّفَقٌ عَلَيْه

Siapa yang meminjamkan buah kurma maka harus meminjamkan dengan timbangan yang tertentu dan sampai pada masa yang tertentu”. (HR. Bukhari dan Muslim)

Al-Qadhi Ibnu Abdil Wahhab mengatakan bahwa salam itu adalah salaf, dimana akad itu memang sejak awal ditetapkan untuk pembayaran di awal dengan penyerahan barang belakangan.

4. Ada Minimal Waktu Penyerahan Barang

Menurut Al – Kakhri dari Al Hanafiyah, mengatakan bahwa minimal pemberian untuk jual beli dengan akad Salam adalah setengah hari, dan jika kurang dari setengah hari maka gugurlah akad salamnya. Ibnu Abil Hakam juga mengatakan bahwa tidak mengapa jika jaraknya sudah melampaui satu hari.

Menurut Ibnu Wahan yang meriwayatkan dari Malik, mengatakan bahwa minilam jarak penyerahan barang adalah dua sampai tiga hari, semenjak akad itu dilakukan. Ulama lainnya berpendapat waktu minimal penyerahan barang adalah 3 hari.

5. Waktu Penyerahan yang Jelas

Waktu penyerahan barang harus sudah dilakukan saat akad salam dilakukan, hal ini berdasarkan Dalil dari Sabda Nabi Muhammad SAW, sebagai berikut :

إلى أَجَلٍ مَعْلُومٍ

Hingga waktu (jatuh tempo) yang telah diketahui (oleh kedua belah pihak) pula.” (Muttafaqun ‘alaih)

Hal ini juga di sepakati oeh Fuqaha, bahwa jika dalam saat melakukan akad salam namun tidak adanya waktu yang di tetapkan untuk penyerahan barang makan akad salam galal atau tidak sah. Waktu penyerahan ini jika tidak ditentukan akan menyebabkan keributan antara penjual dan pembeli.

jual beli dalam islam
Sumber : http://www.fimadani.com/

6. Meyerahkan Tepat Pada Waktunya

Waktu yang ditentukan saat akan salam berlangsung haruslah jelas kapannya, karena jika waktu yang di tentukan tidak jelas, hal ini bisa merusak hubungan silaturahim antara penjual barang dan pembeli barang yang jelas pembayarannya sudah dilakukan.

Semisal contoh, penjual durian, akan menyerahkan buah duriannya ketika nanti saat musim durian sudah berlalu. Hal ini tidak dibenarkan karena hal ini mengandung gharar, yaitu untung – untungan. Ketika pembeli mendapatkan barang yang sedang susah di cari maka pembeli bisa menjualnya lebih mahal lagi dari harga yang ia beli.

Ini juga akan membuat akad salam terasa lebih ribet dan berbelit, padalah perinsip dasar dari perniagaan atau jual beli ini memudahkan, seperti yang di Sabdakan oleh Nabi Muhammad SAW, sebagai berikuit :

لا ضَرَرَ ولا ضِرَار

Tidak ada kemadharatan atau pembalasan kemadhorotan dengan yang lebih besar dari perbuatan. (HR. Ahmad)

7. Tempat Penyerahan Barang yang Jelas

Ini juga harus di perhatikan bagi anda yang menggunakan akad salam sebagai urusan dalam berniaga, sebab menentukan tempat ini tidak bisa sembarangan. Selain waktu yang sudah ditetapkan dan sisesuaikan tempat menjai faktor kedua terpenting.

Misalkan, perjanjian dalam akad penyerahan dipilih pada tempat yang membuat pembeli kurang nyaman atau terancar maka hal ini merugikan pembeli karena tidak bisa lagi mengecek barang yang di beli secara tenang dan nyaman.

Itudalh beberapa syarat dalam menggunakan atau memperaktekan akad salam dalam berniaga ini, pada dasarnya persyaratan ini ada karena menghindari jual beli gharar (untung – untungan ). Karena dalam berbisnis banyak orang yang tidak mengenal teman.

Demikianlah pembahasan tentang hukum dropship dalam Islam, semoga dengan adanya artiken ini bisa membantu anda untuk lebih yakin bahwa hukum dropship dalam Islam itu diperbolehkan. Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahamtullahi wabrakatuh,

Beri Tanggapan